Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyampaikan bahwa industri asuransi jiwa masih menemukan bermacam jenis kecurangan alias fraud, termasuk persoalan manipulasi klaim.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan bahwa hingga saat ini masih ditemukan fraud asuransi, seperti pemegang polis yang merekayasa kematian agar klaim asuransi dapat dicairkan oleh perusahaan asuransi jiwa.
“[Asuransi] jiwa pun kadang-kadang ada saja klaim yang ceritanya orangnya meninggal dunia. Padahal, sebetulnya ketika kita cari lebih jauh, orangnya masih hidup. Itu ada saja [merekayasa kematian],” kata Budi saat ditemui Bisnis di kawasan Menteng, Jakarta, dikutip Minggu (10/12/2023).
Budi menuturkan bahwa asuransi jiwa bukan hanya mempertanggungkan kesehatan, melainkan juga jiwa. Begitu pula dengan asuransi umum.
Untuk itu, Budi menekankan bahwa tugas perusahaan asuransi adalah untuk bisa mengidentifikasi adanya fraud dan mencegah fraud di kemudian hari.
“Tugas asosiasi asuransi jiwa, saya percaya umum juga, untuk bisa menyikapi itu secara bersama. Karena kalau tidak, dikhawatirkan kecurangan ini terus terjadi,” ujarnya.
Baca Juga
Pasalnya, lanjut Budi, apabila seseorang sudah gagal untuk berbuat curang di perusahaan A, maka ada kemungkinan dia akan mencoba untuk curang di perusahaan lainnya karena perusahaan tersebut mungkin belum mengetahui modus fraud yang terjadi.
“Tapi kalau ini [fraud] nantinya disikapi bersama, maka rasanya peluang bahwa itu terjadi berulang dari satu perusahaan ke perusahaan lain dicoba lagi itu menjadi lebih kecil,” terangnya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan juga menyampaikan bahwa pihaknya masih menemukan fraud phantom billing alias klaim palsu.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa klaim palsu yang ditemukan BPJS Kesehatan mencapai miliaran rupiah.
“Fraud ini tidak terasa dan tidak merasa, dan terkadang tidak tahu, tetapi ada yang bentuknya klaim fiktif itu sampai miliaran. Tidak hanya itu, tetapi [diagnosis] dinaikkan agar klaimnya bisa lebih besar dan lain sebagainya,” ucap Ghufron di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Selain klaim palsu dan pemalsuan diagnosis yang berujung pada peningkatan klaim, Ghufron menuturkan bahwa ditemukan juga penggunaan unnecessary utilization yang tidak perlu, namun nilainya tinggi.
Ghufron menuturkan bahwa BPJS Kesehatan mengenakan sanksi kepada oknum yang tak bertanggung jawab atas adanya fraud ini. Salah satunya bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan, rumah sakit, hingga asosiasi untuk memperbaiki sistem yang lebih efektif dan efisien.
“Macam-macam [sanksinya], yang jelas kan ada peringatan. Kami juga membangun sistem, jadi tidak semata-mata seperti mencari korban, enggak,” terangnya.
Ghufron menyatakan bahwa BPJS Kesehatan telah membentuk tim anti kecurangan sebanyak 1.947 personal tim anti kecurangan. Perinciannya, terdiri dari 1.778 personil kantor cabang, kantor kedeputian wilayah sebanyak 132 personil, dan kantor pusat sebanyak 37 personil.
“Diharapkan ke depan, tim anti kecurangan JKN akan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi BPJS Kesehatan di bawah naungan Badan Nasional Sertifikasi Profesi,” ujarnya.