Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkap sederet pengaduan konsumen terkait permasalahan asuransi yang diterima asosiasi dari masyarakat.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan bahwa terdapat beragam pengaduan yang paling banyak diterima asosiasi, yakni mulai permasalahan klaim yang belum diterima hingga polis asuransi yang tak kunjung diterima.
“Klaim belum dibayar, polis belum diterima, kemudian beberapa permintaan nasabah yang dirasakan kok lambat, belum segera ditindaklanjuti,” kata Budi saat ditemui Bisnis di kawasan Menteng, Jakarta, dikutip Minggu (10/12/2023).
Budi menyebut bahwa sejak tahun lalu, tren pengaduan konsumen yang diadukan masyarakat, umumnya seperti itu.
“Umumnya itu terus. Tapi dua [pengaduan konsumen] yang paling besar biasanya klaim kenapa nggak dibayar dan polis kenapa belum diterima,” ungkapnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap permasalahan kesulitan klaim asuransi masih menjadi isu utama di industri perasuransian.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa lebih dari 50% pengaduan konsumen terkait asuransi, khususnya kesulitan klaim.
Selain kesulitan klaim, wanita yang akrab disapa Kiki itu menyebut pengaduan konsumen lainnya yang diadukan juga terkait produk yang tidak sesuai dengan penjelasan saat penawaran kepada calon konsumen.
Sama halnya dengan persoalan premi, isu polis yang tidak diketahui, dan tidak dipahami konsumen, hingga persoalan saat pembatalan atau penutupan polis.
“Kalau kita melihat data pengaduan OJK untuk industri asuransi, pokok permasalahan sering diadukan terkait proses klaim,” ujar Kiki dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulanan November 2023 secara virtual, Senin (4/12/2023)
Salah satu penyebab permasalahan kesulitan klaim asuransi karena pre-existing condition. Biasanya, kondisi ini terjadi saat konsumen ingin mengajukan klaim namun ditolak oleh perusahaan asuransi, karena konsumen tidak mengungkapkan fakta material terkait kesehatan maupun riwayat penyakit.
“Ini bisa dia hal, calon konsumen tidak jujur atau kadang-kadang agennya mengatakan sudah tidak apa-apa, jadi banyak halnya, ini yang banyak menyebabkan penolakan klaim,” kata Kiki.
Penyebab lainnya adalah mis-selling. Menurut Kiki, hal yang menyebabkan kondisi mis-selling asuransi juga bisa dari dua sisi.
Dari sisi konsumen misalnya, konsumen yang menandatangani Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) dalam keadaan kosong.
“Konsumen sudah sangat percaya dengan agen asuransi, ini banyak sekali terjadi bukan hanya di asuransi, juga kadang [terjadi] di perbankan,” tambahnya.
Kemudian, dia menambahkan konsumen yang tidak membaca polis dengan teliti, sehingga tidak paham hak dan kewajibannya sebagai pemegang polis.
Dari sisi perusahaan asuransi, Kiki menuturkan bahwa tenaga pemasar atau agen asuransi tidak menjelaskan produk secara lengkap, akurat, dan jujur kepada calon pemegang polis.
Begitu pula dengan adanya fraud asuransi (kecurangan) yang dilakukan agen asuransi untuk mengejar target.
“Juga, agen terkadang tidak memiliki product knowledge yang memadai atau mumpuni,” lanjutnya.