Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat hukum asal Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi menyebut bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak menjadi penyidik tunggal atas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan sudah tepat.
Menurutnya frasa “hanya” OJK yang menjadi penyidik tunggal tersebut agak problematik.
“Karena kita lihat untuk tindak pidana yang terkait jasa keuangan itu kan kita menemukan pelaku tindak pidananya melakukannya berbarengan perbuatan, misalnya dia melanggar tindak pidana itu dan tindak pidana lain. Maka penyidik OJK saja kan enggak bisa, harus penyidik Polri,” kata Fachrizal kepada Bisnis, Kamis (21/12/2023).
Fachrizal mengatakan nantinya setelah putusan MK, OJK tidak lagi penyidik tunggal. Menurutnya penyidik OJK bisa melakukan penyidikan begitu juga polisi.
“Karena kan di KUHP disebut polisi penyidik bahkan penyelidik. Korupsi saja penyidiknya lebih dari satu. Ada KPK, jaksa, ada penyidik polisi. Jadi, saya kira enggak ada yang tunggal, kalau ada frasa itu agak aneh,” ungkapnya.
Pada hari ini, MK memutuskan untuk menghapus frasa 'hanya' dalam beleid Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) terkait penyidikan yang dilakukan OJK.
Baca Juga
Pasalnya, dalam UU PPSK mengatur penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK. Ini artinya, jika mengacu UU PPSK, maka penyidik OJK sebagai penyidik tunggal.
Mahkamah menegaskan bahwa kewenangan penyidikan OJK dapat dibenarkan dan adalah konstitusional sepanjang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik Polri.
Selanjutnya, oleh karena kedudukan OJK secara kelembagaan dibentuk berdasarkan UU yang kewenangannya tidak secara langsung dinyatakan dalam UUD 1945, maka sesungguhnya OJK merupakan lembaga negara yang fungsinya sebagai lembaga penunjang (auxiliary agencies) terhadap organ negara lainnya, khususnya yang memiliki kewenangan sejenis atau saling mempunyai relevansi.