Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengingatkan manajemen Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk meningkatkan jumlah peserta aktif. Peringatan itu seiring kembali terbukanya defisit di tengah meningkatnya pembayaran penyakit katastropik.
Ketua Dewan Jaminan Sosial NAsional (DJSN) Agus Suprapto mengatakan potensi defisit jaminan kesehatan bagi publik itu selalu ada. Terlebih banyak penyakit katastropik yang memiliki penanganan lama dan biaya yang tidak sedikit.
Agus menyebutkan persoalan ini dapat teratasi jika upaya edukasi kesehatan ke tengah masyarakat oleh pemangku kepentingan termasuk oleh BPJS Kesehatan dapat berjalan dengan baik.
Dia juga menekankan pentingnya peran BPJS Kesehatan untuk memastikan peserta yang sudah ada untuk aktif membayar iuran.
“Mereka [peserta yang saat ini tidak aktif berbalik menjadi aktif] bisa menjamin keberlangsungan, jadi kami tunggu untuk aktif karena yang aktif ikut urun [iuran],” ungkap Agus usai acara Refleksi 1 Dekade Penyelenggaraan Jaminan Sosial di Indonesia, di Jakarta Kamis (11/1/2024).
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memprediksi adanya potensi defisit tahun berjalan pada 2024.
Badan publik tersebut memperkirakan adanya defisit lantaran klaim yang semakin melonjak, sementara iuran bergerak lebih lambat.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan pihaknya bahkan mencantumkan potensi defisit dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) tahun ini.
“Ada potensi defisit, RKAT tahun ini kami sengaja [menyampaikan] karena kepercayaan yang dari masyarakat [meningkat] yang belum pernah pakai, sekarang pakai,” kata Ghufron.
Ghufron mengatakan saat ini BPJS Kesehatan masih mampu untuk membayarkan klaim manfaat 4,36 bulan ke depan. Pasalnya keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan masih sehat dalam periode tersebut.
Selain itu, aset neto DJS Kesehatan mencapai sebanyak Rp57,76 triliun pada 2023 secara unaudited. Sementara total klaim yang dianggarkan sepanjang 2024 mencapai Rp176 triliun.
Dia menyebutkan, persoalan potensi defisit karena iurannya diprediksi lebih sedikit dibandingkan klaim.
Ghufron mengatakan pihaknya berharap defisit tersebut tidak terjadi. Beberapa langkah strategi akan dilakukan oleh BPJS Kesehatan termasuk meningkatkan kerja sama dengan pihak swasta. Termasuk dengan adanya kemungkinan usulan cost sharing yang telah diterapkan di luar negeri.
Selain itu, Ghufron juga menyebut adanya kemungkinan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Namun demikian, rencana tersebut secara keseluruhan tentunya masih menunggu Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024.
“Jadi ya istilahnya harus siaga, siap-siap tapi tidak perlu cemas. Tidak perlu khawatir tetapi kita harus tahu ya yang kita jalani, yang kami lakukan mengenai keuangan ini jangan sampai defisit. Karena dulu sudah pernah defisit sekarang jangan defisit lagi gitu,” ungkapnya.
Pendapatan BPJS Kesehatan
Sementara itu, BPJS Kesehatan mencatat total pendapatan sebanyak Rp151,4 triliun (unaudited) pada 2023.
Dalam catatan BPJS Kesehatan, angka tersebut meningkat 5,13% dibandingkan dengan pendapatan pada 2022 yang mencapai Rp144 triliun. Perinciannya adalah pendapatan dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) menjadi terbanyak mencapai Rp61,7 triliun.
Dana yang dikucurkan pemerintah ini terdiri dari PBI Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp45,5 triliun, serta PBI dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai Rp16,1 triliun.
Sementara itu segmen non PBI yang terdiri dari Pekerja Penerima Upah (PPU), Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan peserta mandiri Bukan Pekerja (BP) totalnya mencapai Rp89,7 triliun.
Kelompok PBI yang langsung dananya dari pemerintah dan pekerja swasta dengan memotong gaji secara otomatis masih menjadi penopang utama. Sementara penerimaan iuran kelompok bukan pekerja (BP) maupun PBPU yang membutuhkan peran aktif BPJS Kesehatan sebagai operator masih di bawah harapan.
Meski demikian, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdaftar diklaim telah mencapai mencapai 267,3 juta per 31 Desember 2023.
Angka terdaftar itu mencakup 95,75% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 279,1 juta. Pada 2014 jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan baru mencapai 133,4 juta. Meski demikian, manajemen tidak memaparkan jumlah peserta yang aktif. Dalam catatan Bisnis, 44 juta peserta berada dalam posisi menunggak pada awal 2023.
Porsi pendapatan ini meski melonjak lebih 300% dalam 10 tahun atau dari Rp40,7 triliun, porsi PBI dan pekerja swasta masih menjadi penopang utama perolehan iuran.
Saat pertama kali didirikan pada 2014, pendapatan BPJS Kesehatan saat itu hanya mencapai Rp40,7 triliun. Kala itu, segmen PBI menyumbang sebanyak Rp21,3 triliun, dengan perincian Rp19,9 triliun PBI APBN serta Rp1,3 triliun PBI APBD. Sementara untuk non PBI mencapai total Rp19,4 triliun.
Klaim yang Dibayarkan
Dalam paparan yang sama, BPJS Kesehatan mencatat beban jaminan kesehatan meningkat dari sebelumnya Rp113,4 triliun pada 2022 menjadi Rp158,8 triliun 2023. Kenaikannya mencapai sekitar Rp45 triliun dalam setahun.
Klaim yang Dibayar BPJS Kesehatan pada 2023
Terdapat 8 penyakit yang menyerap klaim terbesar yakni jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, hemofilia, thalasemia, leukemia, dan sirosis hati. Penyakit-penyakit tersebut mengambil porsi biaya jaminan kesehatan mencapai Rp34,7 triliun pada 2023.
Adapun total kasusnya mencapai 29,7 juta kasus.
Penyakit jantung menjadi penyakit dengan klaim terbesar dibayarkan yakni mencapai Rp17,62 triliun sepanjang 2023.
Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan Rp12,1 triliun pada 2022.
Berikut daftar lengkap penyakit dengan biaya layanan tertinggi yang dibayarkan BPJS Kesehatan pada 2023:
- Jantung
- Jumlah kasus: 20 juta
- Biaya: Rp17,62 triliun
- Kanker
- Jumlah kasus: 3,86 juta
- Biaya: Rp5,97 triliun
- Stroke
- Jumlah kasus: 3,46 juta
- Biaya: Rp5,2 triliun
- Gagal ginjal
- Jumlah kasus: 1,5 juta
- Biaya: Rp2,91 triliun
- Hemofilia
- Jumlah kasus: 140.179
- Biaya: Rp1,23 triliun
- Thalasemia
- Jumlah kasus: 346.468
- Biaya: Rp764 miliar
- Leukemia
- Jumlah kasus: 161.529
- Biaya: Rp579 miliar
- Sirosis hati
- Jumlah kasus: 236.589
- Biaya: Rp446,4 miliar