Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menimbang Biang Kerok Penyebab Masih Ada Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Sebanyak 15 perusahaan asuransi tercatat belum memiliki aktuaris seperti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan.
Ilustrasi OJK menetapkan sanksi bagi perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris./Bisnis
Ilustrasi OJK menetapkan sanksi bagi perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih terdapat 15 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memiliki aktuaris perusahaan. Adapun sebanyak 130 dari 145 perusahaan asuransi dan reasuransi sudah memiliki aktuaris per 8 Januari 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa OJK akan terus memantau pemenuhan appointed actuary dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar industri asuransi dapat tumbuh sehat ke depan dengan pengelolaan risiko dan kekayaan yang memadai.

Di sisi lain, OJK juga telah menerapkan supervisory action berupa Sanksi Peringatan Pertama terhadap perusahaan asuransi umum yang belum memiliki aktuaris perusahaan.

Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan salah satu penyebab perusahaan asuransi dan reasuransi kesulitan mendapatkan aktuaris karena link and match yang belum sejalan.

Wahyudin menjelaskan bahwa ketersediaan tenaga ahli tingkat Fellow aktuaris sangat sedikit dibandingkan jumlah perusahaan asuransi umum. “Jika pun ada, maka negosiasi salary di perusahaan juga sering jadi kendala. Sebagaimana diketahui bahwa profesi aktuaris ini mahal,” ungkap Wahyudin kepada Bisnis, Senin (15/1/2024).

Selain itu, Wahyudin menambahkan bahwa beberapa peserta juga mengeluhkan ujian yang sangat sulit dan banyak subjek ujian untuk mencapai Fellow of the Society of Actuaries of Indonesia (FSAI).

Wahyudin menuturkan bahwa saat ini, banyak aktuaris yang sudah pensiun dan dipekerjakan kembali di perusahaan asuransi umum untuk memenuhi peraturan tersebut.

“Jadi aktuaris yang telah pensiun di perusahaan lain, paling banyak dari asuransi jiwa. Saat ini [pensiunan aktuaris] bekerja kembali sebagai aktuaris di perusahaan asuransi umum,” ujarnya.

Di sisi lain, Wahyudin menilai Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) sudah menyediakan pelatihan yang mulai intens dan kerja sama dengan universitas yang mempunyai prodi aktuaria untuk memenuhi ketersediaan tenaga ahli.

Masih adanya perusahaan yang belum memiliki aktuaris pun membuat regulator bertindak tegas dengan mengeluarkan Sanksi Peringatan Pertama.

Dia menilai langkah yang dilakukan OJK sudah tepat, mengingat regulator sudah memperpanjang ketentuan sampai dengan 31 Desember 2023 dari sebelumnya 30 Juni 2023.

“Tentunya OJK tidak langsung memberikan sanksi pertama perlu melihat alasan-alasan yang wajar atas ketidakmampuan pemenuhan tersebut,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Wahyudin menyampaikan bahwa keberadaan aktuaris di perusahaan asuransi tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perasuransian (UU 40/2014).

Di samping untuk memenuhi UU 40/2014 dan POJK 67/2016, Wahyudin menjelaskan bahwa keberadaan aktuaris di asuransi umum untuk membuat perusahaan tersebut sehat, berkelanjutan (sustain), dan bertahan (survive).

“Aktuaris dapat memproyeksi dengan keahlian untuk menghitung kemampuan premi dengan risikonya dan kejadian, serta pembayaran klaim di masa depan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper