Bisnis.com, JAKARTA - Permintaan Presiden Jokowi untuk meningkatkan rasio kredit UMKM perbankan menjadi 30% terasa kian menantang, mengingat penyaluran kredit kepada UMKM justru menunjukkan perlambatan.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, tercatat per April 2024, kredit kepada UMKM mencapai Rp1.373,8 triliun, tumbuh 8,1% secara tahunan. Namun, susut dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni Maret 2024 yang mampu tumbuh 8,7% YoY.
Porsinya terhadap total kredit perbankan pun baru 18,95% per April 2024. Bahkan, porsi ini susut dari tahun sebelumnya yang mencapai 19,76%.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai perlambatan kredit UMKM yang terjadi pada April, lantaran adanya kenaikan BI rate disertai dengan kondisi geopolitik yang makin memanas, sehingga sedikit banyak menekan permintaan kredit.
“Untuk tahun ini meningkatkan porsi kredit UMKM terlihat berat ya, karena bank masih fokus untuk menjaga kualitas kredit dan menjaga kinerja keuangan yang baik,” katanya kepada Bisnis, Rabu (5/6/2024)
Meski demikian, dia memproyeksikan pertumbuhan kredit UMKM berada dalam tren yang positif, didukung dengan inflasi yang rendah.
Baca Juga
Sementara, kata Trioksa, untuk memitigasi risiko akibat tren suku bunga tinggi, bank perlu melakukan efisiensi operasional dan lebih selektif dalam menyalurkan kredit sehingga kualitas kredit dapat terjaga.
Pacu Kredit UMKM
Melihat kondisi itu, bank jumbo hingga cilik pun terus mengerek pertumbuhan dalam segmen UMKM Tanah Air. Pasalnya, UMKM memiliki peran besar bagi perekonomian nasional.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) misalnya yang mencatat sampai dengan akhir April 2024 total penyaluran kredit UMKM tumbuh sebesar 5,14% secara year on year (YoY) dengan kualitas kredit yang cukup terjaga.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano mengatakan dalam mendorong penyaluran kredit segmen UMKM, perseroan memiliki berbagai strategi yang terus diterapkan secara ekspansif.
“Yaitu melalui penyaluran kredit berbasis ekosistem pada sektor usaha unggulan dengan menggunakan skema close loop serta pemetaan pasar mulai dari profil usaha, kemampuan bisnis, kondisi keuangan calon debitur, serta risk appetite sektor usaha,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/6/2024).
Tak hanya itu, untuk mempermudah akses, perseroan kian mengoptimalkan keberadaan jaringan Cabang dan Mandiri Agent, menyediakan layanan digital hingga bekerja sama dengan nasabah/debitur wholesale untuk menyalurkan Kredit UMKM kepada mitra binaan atau value chainnya.
“Melalui strategi tersebut kami berharap kredit UMKM di tahun 2024 mampu tumbuh lebih baik,” ujarnya.
Tak mau kalah, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga mencatatkan kredit UMKM tumbuh 12,1% YoY mencapai Rp117,7 triliun per Maret 2024.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan perseroan akan terus mengoptimalkan penyaluran kredit ke sektor UMKM, serta berkomitmen mendukung pembiayaan inklusif serta pencapaian target RPIM yang ditetapkan pemerintah dan regulator.
“BCA juga akan mengoptimalkan kolaborasi dengan e-commerce, dan startup digital,” katanya kepada Bisnis.
Ke depan, dia menyebut BCA bakal terus menyalurkan kredit ke sektor-sektor potensial, tentunya dengan memperhatikan berbagai pertimbangan seperti kondisi perkonomian domestik maupun global.
“Kami juga berkomitmen menyalurkan kredit secara pruden, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin,” imbuhnya.
Adapun dari sisi pemain bank cilik, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) turut melakukan serangkaian upaya, mulai dari digitalisasi layanan lewat penyediaan platform online dan aplikasi mobile untuk mempermudah proses pengajuan dan persetujuan kredit hingga berkolaborasi dengan fintech dan platform e-commerce, untuk memperluas jangkauan layanan kepada UMKM.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan, selain bergeliat menyalurkan kredit, pihaknya juga masih terus menyoroti kenaikan suku bunga dan pascaberakhirnya relaksasi atas restrukturisasi kredit Covid-19.
“Kami melakukan pemantauan dan penilaian risiko yang lebih ketat, baik secara berkala terhadap portofolio kredit untuk mendeteksi tanda-tanda awal kesulitan keuangan debitur [early warning],” ujar Efdinal.
Selain itu, perseroan juga dilakukan diversifikasi portofolio kredit kepada berbagai sektor industri dan wilayah geografis untuk mengurangi konsentrasi kredit, termasuk menghindari eksposur yang terlalu banyak kepada sektor-sektor yang rentan terhadap suku bunga tinggi.
“Lalu, kami juga menyesuaikan kembali syarat dan ketentuan kredit, seperti jangka waktu, suku bunga, dan agunan,” kata Efdinal.
Hal ini, katanya, dilakukan untuk membantu debitur tetap mampu memenuhi kewajiban mereka, dan juga memberikan opsi restrukturisasi kredit yang baru bagi debitur yang masih mengalami kesulitan, namun menunjukkan potensi pemulihan.
Tak hanya itu, Bank Oke juga membuat pencadangan kredit bermasalah yang lebih lebih besar untuk menutupi potensi kerugian akibat terjadinya kredit macet.
Senada, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB (BJBR) sendiri telah siap bila harus mengelola risiko, di mana perseroan telah mengantisipasi dengan memupuk cadangan yang memadai.
“Ini termasuk ekspansi yang selektif pada sektor yang tidak terdampak baik oleh berakhirnya masa relaksasi karena industri yang belum pulih sepenuhnya maupun terdampak oleh kenaikan suku bunga,” ujar Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi.