Prospek Saham BRIS
Berdasarkan RTI Business, saham BRIS stagnan di level Rp2.190 pada perdagangan Jumat (7/6/2024)pukul 14.51 WIB. Adapun, selama sepekan saham ini terkoreksi 0,45%. Sementara, secara year-to-date (YtD) saham BRIS menghijau 25,29%.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai kondisi likuiditas BSI masih bisa dipertahankan, mengingat rasio atas jumlah penarikan ‘duit’ milik Muhammadiyah terhadap total pendanaan BSI masih tergolong kecil.
“BRIS masih bisa memutar uangnya dari DPK untuk meningkatkan ekspansi permodalan, ekspansi kredit yang bertujuan meningkatkan kinerja,” ujarnya kepada Bisnis.
Kini, dia pun menantikan summary economic projection The Fed yang memuat kebijakan moneter The Fed ke depan.
"Sejatinya akan ada harapan era suku bunga tinggi berakhir di tahun ini, Mudah-mudahan bisa berpengaruh positif terhadap likuiditas perbankan,” ucap Nafan.
Baca Juga
Berdasarkan data Bloomberg Terminal, terdapat 16 sekuritas yang menyematkan rekomendasi bagi saham BRIS. Mayoritas masih menilai saham BRIS menarik untuk dikoleksi.
Sebanyak 14 sekuritas menyematkan rekomendasi beli (buy) bagi saham BRIS, hanya 2 yang merekomendasikan tahan (hold). Banyaknya rekomendasi beli karena rata-rata target harga saham BRIS masih bertahan di Rp2.915 per lembar.
Penjelasan Muhammadiyah
Sebelumnya, saat dikonfirmasi mengenai kebenaran surat dan keputusan tersebut, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas memberikan respons dengan menyatakan pihaknya memiliki komitmen tinggi untuk mendukung perbankan syariah. Oleh karena itu, Muhammadiyah melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya.
“[Ini dilakukan] agar Muhammadiyah bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah yang ada, terutama ketika dunia perbankan syariah tersebut berhubungan dengan Muhammadiyah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (5/6/2024).
Untuk itu, kata Anwar, Muhammadiyah merasa perlu menata banyak hal tentang masalah keuangannya termasuk dalam hal yang terkait dengan dunia perbankan, terutama menyangkut tentang penempatan dana dan juga pembiayaan yang diterimanya.
Menurutnya, penempatan dana Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI, sehingga secara bisnis dinilai apat menimbulkan risiko konsentrasi atau concentration risk.
Sementara itu, penempatan dana maupun pembiayaan di bank-bank syariah lain dinilai masih sedikit, sehingga bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI.
"Bila hal ini terus berlangsung maka tentu persaingan diantara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan," tuturnya.