Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah bank digital mengandalkan skema kredit channeling, berkerja sama dengan platform penyelenggara fintech lending atau pinjaman online (pinjol). Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan risiko yang mengintainya.
Tercatat, sejumlah bank digital menggaet pinjol dalam menyalurkan kreditnya kepada debitur. PT Bank Seabank Indonesia alias Seabank misalnya berkerja sama dengan pinjol sebagai mitra, di antaranya AdaKami, Rupiah Cepat, hingga EasyCash
PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) juga menjalankan skema channeling dengan belasan mitra. Kemudian, PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) sempat berkerja sama kredit channeling dengan pinjol bermasalah Investree.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, sebenarnya secara industri, pembiayaan perbankan kepada pihak lembaga keuangan nonbank swasta seperti pinjol memang tergolong rendah. Porsinya hanya berkisar 4%-5%.
"Penyesuaian porsi pendanaan kepada masing-masing golongan debitur tentunya juga dilakukan bergantung kepada permintaan kredit dari golongan debitur dimaksud, dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti prioritas penyaluran kredit bank, risiko debitur, serta potensi keuntungan," kata Dian dalam jawaban tertulis pada beberapa waktu lalu.
Adapun, kredit yang tercatat dalam channeling umumnya berskema executing. Dengan begitu, risiko akibat kegagalan pembayaran oleh debitur akhir menjadi tanggungan pihak pinjol dan risiko bank ada pada kemampuan membayar pinjol ke bank.
Baca Juga
Namun, terdapat dampak risiko skema tersebut yang berasal dari internal dan faktor internal. "Dari sisi internal, diperlukan penguatan untuk terus mempertajam kapabilitas credit scoring yang dimiliki," ujarnya
Sementara dari sisi eksternal, Dian menyebutkan, dampak perekonomian global yang masih volatil dan fenomena higher for longer atau suku bunga tinggi yang berlangsung lebih lama memiliki implikasi signifikan terhadap penurunan nilai aset keuangan.
Selain itu, faktor ini juga menyebabkan ketidakpastian ekonomi yang tinggi dan semuanya dapat menyebabkan penurunan nilai aset keuangan.
"Kondisi ini menuntut perbankan yang bermitra dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan inovasi dalam teknologi untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi operasional," jelas Dian.
Menurut Dian, untuk mengantisipasi risiko dalam skema channeling bersama fintech lending, penting bagi bank untuk memiliki pemahaman yang baik atas proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat dan mematuhi regulasi yang berlaku, serta menerapkan skema mitigasi risiko yang memadai.
OJK mencatat ada 15 pinjol yang memiliki tingkat wanprestasi (TWP) 90 atau kredit macet di atas 5%. Untuk diketahui, OJK menetapkan batas maksimal TWP90 atau kredit macet pinjol pada level 5%.
Adapun, saat ini jumlah penyelenggara P2P lending berizin dan diawasi OJK terdapat 100 pinjol. Secara industri, per April 2024 TWP90 turun menjadi 2,79% dari 2,94% pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, di tengah kondisi tersebut, sejumlah bank digital berencana untuk mengurangi porsi kredit channeling mereka. Direktur Bisnis Bank Neo Commerce Aditya Windarwo mengatakan komposisi kredit channeling di Bank Neo Commerce saat ini semakin mengecil, per Maret menjadi 46%.
"Komposisi [kredit channeling] juga akan diperkecil karena ada diversifikasi dari mitra-mitra lain,” imbuhnya.
Bank Amar pun menghentikan kerja sama kredit channeling dengan pinjol Investree.
"Kami sudah tidak extend lagi, karena kerja sama sudah selesai," ujar Senior Vice President Finance Amar Bank David Wirawan dalam public expose pada bulan lalu (29/5/2024).
Meskipun, induk Investree Indonesia yakni Investree Singapore Pte Ltd tetap menjadi pemegang saham AMAR. Saat ini, Investree menggenggam saham 12,22% di Bank Amar.
Adapun, dalam menjalankan skema kredit channeling, Bank Amar tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. "Di belakangnya juga kami cek kembali, apabila kredit [skema channeling] tidak baik, kami tolak," ujar David
Sementara itu, Seabank Indonesia ke depan akan mencoba peruntungan dengan mengandalkan penyaluran kredit secara langsung, alih-alih kredit channeling.
Seabank Indonesia berencana meluncurkan fitur pinjaman langsung atau direct loan di aplikasi pada akhir tahun ini. Presiden Direktur SeaBank Indonesia Sasmaya Tuhuleley mengatakan, fitur pinjaman langsung sebenarnya sudah soft launching. Namun, fitur tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh sebagian nasabah alias terbatas di aplikasi Sebank.
"Belum semua nasabah di aplikasi bisa akses. Kami rencananya launch [penuh] di kuartal IV/2024," katanya dalam media briefing pada Senin (6/5/2024).
Fitur tersebut nantinya bisa dimanfaatkan oleh semua nasabah Seabank di aplikasi. Terdapat pilihan untuk mengajukan pinjaman di aplikasi tanpa melalui pihak ketiga atau partner.