Bisnis.com, JAKARTA— Premi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) industri asuransi jiwa terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei 2024, premi unit link mencapai Rp19,79 triliun, yang mana terkoreksi 18,23% yoy.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengungkap penurunan premi tersebut disebabkan oleh turunnya premi produk baru. Untuk menangani hal ini, Ogi menyebut pihaknya terus mendorong perbaikan proses pada pemasaran, pengelolaan kewajiban, dan pengelolaan dana.
“Supaya portofolio PAYDI dapat memberi manfaat sebagaimana yang diperjanjikan kepada pemegang polis,” kata Ogi dalam jawaban tertulisnya, dikutip pada Kamis (11/7/2024).
Di sisi lain, asuransi tradisional masih mendominasi komposisi premi industri asuransi jiwa mencapai Rp53,72 triliun atau 73,08% dari total premi asuransi jiwa sebesar Rp73,51 triliun per Mei 2024.
Sampai dengan akhir Mei 2024, OJK mencatat premi dari produk proteksi tumbuh sebesar 12,62% yoy. Ogi menyebut OJK pun berharap asuransi tradisional dapat tumbuh signifikan untuk mendorong penetrasi risiko bagi sebanyak mungkin masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, OJK juga telah menerbitkan POJK 8/2024 mengenai Produk Asuransi dan Saluran Pemasaran Produk Asuransi, di mana tidak semua produk asuransi harus mendapat persetujuan dari OJK dan hanya dalam bentuk pelaporan saja.
Baca Juga
“Hal ini sebagai bagian dari komitmen OJK untuk terus mendorong perusahaan asuransi jiwa untuk mengembangkan produk proteksi agar dapat memberikan perlindungan terhadap risiko terkait jiwa pemegang polis, sehingga dapat meningkatkan kontribusi positif bagi produktivitas masyarakat,” kata Ogi.
Dalam skala industri, OJK juga mendorong perusahaan asuransi untuk terus mengembangkan cara yang lebih efektif dalam mengelola asumsi yang digunakan untuk menetapkan premi dan kewajiban dan melakukan monitoring atas penempatan investasi yang sesuai dengan kewajiban, serta memperhatikan aspek likuiditas dan kualitas aset.
“Sehingga perusahaan dapat membayar kewajiban yang jatuh tempo dan terus tumbuh secara berkelanjutan ke depan,” tandasnya.