Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Permata Tbk. (BNLI) bersama penyedia kartu kredit asal Jepang, JCB, merilis produk kartu kredit anyar PermataUltimate Card untuk nasabah kelas atas alias segmen affluent.
Direktur Utama Bank Permata Meliza M Rusli menjelaskan bahwa perseroan berupaya memberikan pengalaman terbaik bagi segmen affluent, khususnya dalam aspek pariwisata dan kuliner.
“Peluncuran kartu kredit ini juga merupakan komitmen PermataBank untuk menghadirkan alat pembayaran yang memberikan nilai lebih bagi nasabah sesuai dengan gaya hidupnya,” katanya dalam peluncuran di Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024).
Sementara itu, Head Consumer Lending Bank Permata Haryanto Suryonoto menyebut bahwa pihaknya menargetkan 15.000 hingga 20.000 pengguna pada tahap awal peluncuran PermataUltimate Card.
Harapannya, dengan jumlah tersebut, Bank Permata dapat meningkatkan nilai penjualan hingga Rp600 miliar.
“Untuk mengerek sales value, kami berekspektasi akan ada increase sekitar Rp600 miliar. Jadi, itu adalah target kita,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga
PermataUltimate Card menawarkan welcome bonus sebesar 20.000 miles yang diberikan bagi nasabah prioritas dengan minimum akumulasi transaksi Rp25 juta per bulan, terhitung selama 3 bulan berturut-turut sejak kartu disetujui.
Selain itu, untuk setiap transaksi pembelanjaan retaill dining sebesar Rp5.000 atau setiap transaksi pembelanjaan ritel lainnya sebesar Rp10.000, maka nasabah akan mendapatkan 1 point reward senilai 1 mile KrisFlyer atau 1 mile GarudaMiles.
Adapun, pada paruh pertama tahun ini, Bank Permata membukukan laba bersih sebesar Rp1,52 triliun, tumbuh 8,74% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,4 triliun.
Mengutip laporan keuangan perseroan, Bank Permata mencatatkan pertumbuhan tipis pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar 1,33% yoy menjadi Rp4,99 triliun pada kuartal II/2024.
Pada saat bersamaan, Bank Permata menekan beban operasional selain bunga bersih dari Rp3,11 triliun pada kuartal II/2023 menjadi Rp3,01 triliun pada kuartal II/2024. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pun menurun dari 79,79% pada Juni 2023 menjadi 78,74% pada Juni 2024.