Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaga Kualitas, Asosiasi Pasang Target Realistis Kredit Pinjol Tumbuh 7% Tahun Ini

Target pertumbuhan tersebut lebih kecil dibanding pertumbuhan pada periode-periode sebelumnya.
Ilustrasi pinjaman online atau fintech lending./ Dok Freepik
Ilustrasi pinjaman online atau fintech lending./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menargetkan outstanding pinjaman online (pinjol) pada tahun ini bisa tumbuh 7% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dibandingkan dengan 2023.

Target pertumbuhan tersebut lebih kecil dibanding pertumbuhan pada periode-periode sebelumnya.

Outstanding pembiayaan pinjol dari 2021, 2022, dan 2023 berturut-turut adalah Rp29,88 triliun (naik 95,05%), Rp51,12 triliun (naik 71,09%), dan Rp59,64 triliun (naik 16,67%).

Sementara, outstanding pembiayaan pinjol pada semester I/2024 atau Juni 2024 mencapai Rp66,79 triliun, naik 26,73% dibanding Rp52,70 triliun pada Juni 2023.

Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar menargetkan capaian 2024 bisa melampaui outstanding pembiayaan pada 2023. "Harusnya bisa ya, target kita growth di 7%," kata Entjik kepada Bisnis, Kamis (29/8/2024).

Entjik menegaskan target pertumbuhan tersebut juga dibarengi dengan kualitas kredit yang sehat. Dalam rentang 2021 hingga Juni 2024, tingkat wanprestasi atau TWP90 memang tetap terjaga di bawah ketentuan OJK sebesar 5%. TWP90 pada Juni 2024 bahkan membaik menjadi 2,79% dari 3,29% pada Juni 2023.

Target pertumbuhan yang tidak agresif tersebut dapat dimaklumi jika melihat performa industri pinjol pada paruh pertama 2024 ini. OJK mencatat laba P2P lending Juni 2024 turun 25,41% yoy menjadi Rp336,01 miliar dari Rp450,51 miliar pada Juni 2023.

Hal itu selaras dengan pendapatan operasional yang juga turun 13,68% yoy menjadi Rp6,45 triliun dari Rp5,67 triliun. Pendapatan non-operasional juga turun 45,73% yoy menjadi Rp92,45 miliar dari Rp170,37 miliar.

Pendapatan pinjol tersebut tergerus karena batas atas manfaat ekonomi atau bunga pinjol yang semakin kecil, ditambah adanya penambahan beban biaya perusahaan seperti biaya kontrol risiko (risk control cost) dan biaya akuisisi nasabah (customer acquisition cost). 

"Karena akhir-akhir ini kualitas peminjam baru menurun, banyaknya fraud ataupun kelompok galbay [gagal bayar] yang terus mencoba untuk menembus agar pinjamannya bisa cair," kata Entjik.

Untuk memastikan keberlangsungan industri pinjol, Entjik mengatakan pihaknya intens berkoordinasi dengan OJK dan berharap ada monitoring dan evaluasi atas nilai manfaat ekonomi pinjol. 

Sementara itu, untuk mengejar target pertumbuhan outstanding pembiayaan mencapai 7% tahun ini, AFPI akan memaksimalkan nasabah-nasabah yang sudah ada daripada menjangkau nasabah baru. Hal itu diharap bisa menekan beban biaya yang ditanggung perusahaan saat laba mereka tergerus.

"Saat ini lebih fokus pada existing customer yang track record-nya bagus, sehingga NPL [non-performing loan] bisa ditekan. Karena untuk existing customer tidak diperlukan biaya yang besar," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper