Bisnis.com, JAKARTA — Unit usaha syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) atau CIMB Niaga Syariah mencatatkan laba bersih Rp1,63 triliun pada kuartal III/2024, naik 18,91% yoy dari periode yang sama tahun lalu Rp1,37 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pertumbuhan laba CIMB Niaga Syariah tersebut didorong oleh pendapatan berbasis komisi atau fee based income sebesar Rp341,01 miliar, tumbuh 10,49% yoy dari sebelumnya Rp308,63 miliar.
Selain itu, pendapatan lainnya juga naik signifikan menjadi Rp148,46 miliar pada September 2024, atau tumbuh 84,91% yoy dari sebelumnya Rp80,29 miliar pada September 2023.
Di samping itu, kinerja laba juga terdorong dari penyusutan kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) sebesar 30,27% yoy menjadi Rp390,87 miliar pada September 2024 dari sebelumnya Rp560,52 miliar pada September 2023.
Selanjutnya, total pembiayaan CIMB Niaga Syariah mencapai Rp60,73 triliun pada kuartal III/2024, tumbuh 14,8% yoy dibanding sebelumnya Rp52,89 triliun pada kuartal III/2023.
Alhasil, kondisi ini mendorong pertumbuhan aset unit syariah BNGA menjadi Rp65,99 triliun pada September 2024, naik 7,37% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan aset Rp61,46 triliun.
Kemampuan penyaluran pembiayaan CIMB Niaga Syariah itu ditopang oleh kemampuan pendanaan, di mana capaian dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp53,23 triliun pada kuartal III/2024, naik 24,6% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp42,72 triliun.
Sebagaimana diketahui, raupan aset CIMB Niaga Syariah yang mencapai Rp65,99 triliun pada sisa akhir tahun ini telah memenuhi ketentuan spin off, mengacu aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), bank yang memiliki UUS dengan share asset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib untuk melakukan spin off.
Sebelumnya, Direktur Syariah CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara mengatakan spin off ini ditargetkan akan rampung pada awal 2026.
Pandji mengatakan saat ini pihaknya sedang dalam proses mengurus perizinan yang berkaitan dengan peralihan status UUS menjadi bank umum syariah (BUS) sekaligus menganalisa model bisnis ketika transisi dari UUS menjadi BUS.
Dirinya menjelaskan alasan CIMB Niaga Syariah mendirikan perusahaan baru daripada melakukan akuisisi lantaran kecukupan aset yang sudah mumpuni dan proses mendirikan perusahaan baru yang justru lebih sederhana dibandingkan dengan harus melalui akuisisi.
"Kenapa kita enggak akusisi bank baru? Karena begitu kita nanti spin off, rencananya kita sudah akan melebihi modal minimum daripada yang ditetapkan oleh OJK. Kalau modalnya mungkin masih minimum, ya kita cari bank lain. Tapi modalnya cukup lah," tegasnya.
Sejauh ini, OJK juga telah melaporkan terkait progres spin off UUS perbankan, di mana terdapat dua bank yang wajib menjalankan spin off UUS mereka dengan batas waktu permohonan izin pada 2026.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan saat ini terdapat dua UUS yang telah terkena kewajiban spin off sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah.
Tercatat, selain, CIMB Niaga Syariah, berdasarkan laporan keuangan terakhir, aset UUS BTN atau BTN Syariah juga telah menembus Rp56 triliun pada semester I/2024.
Dian mengatakan kedua bank pun telah mempersiapkan aksi korporasi spin off UUS-nya. Kedua bank itu juga telah melakukan komunikasi serta koordinasi dengan OJK untuk pelaksanaan spin off.
"Kedua UUS tersebut tentunya dalam proses melakukan berbagai persiapan mulai dari penyesuaian model bisnis, infrastruktur, dan berbagai kebutuhan operasional lainnya," ujar Dian dalam jawaban tertulis pada Jumat (11/10/2024).
Dengan munculnya bank syariah berskala besar hasil spin off, maka diharapkan setidaknya dua bank syariah baru sekaliber PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI di pasar.