Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat premi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked di industri asuransi jiwa mengalami penurunan per kuartal III/2024.
Adapun premi unit linked mencapai Rp53,81 triliun pada periode tersebut, yang mana turun 16,4% secara tahunan (year on year/yoy) dari sebelumnya Rp64,37 triliun per kuartal III/2023.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menyatakan bahwa meskipun mengalami penurunan, secara nominal permintaan masih tetap ada.
“Dengan semakin baiknya sistem pemasaran produk unit link dan semakin tereduksinya masyarakat kami percaya produk unit linked ini masih tetap akan mengambil bagian dan diminati oleh kalangan masyarakat yang membutuhkan jenis produk atau pertanggungan unit linked,” kata Budi dalam konferensi pers kinerja industri asuransi jiwa Januari—September 2024 pada Jumat (29/11/2024).
Sementara itu, untuk premi tradisional mencapai Rp78,46 triliun per kuartal III/2024. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 15,9% yoy dari sebelumnya Rp67,67 triliun per kuartal III/2023.
Premi dari produk tradisional memang terus mengalami kenaikan seiring dengan penurunan unit linked. Adapun pada periode yang sama tahun lalu kenaikannya mencapai 12,5% yoy dibandingkan dengan Rp60,16 triliun per kuartal III/2022.
Di tengah kondisi tersebut, Budi pun menekankan pentingnya keseimbangan antara produk unit linked dan tradisional dalam mendukung stabilitas perusahaan asuransi. Menurutnya apabila terlalu dominannya satu produk akan berisiko.
“Terlalu besar di unit linked tidak baik, terlalu besar di produk tradisional juga tidak baik. Tapi mungkin antara 40-60, 60-40, itu ideal. Enggak mesti persis di 50-50,” katanya.
Budi juga menyoroti pentingnya edukasi ulang pasar, pelatihan tenaga pemasar, dan dukungan digital untuk mendukung pertumbuhan unit linked. Dia berharap produk unit linked bersama produk tradisional bisa tumbuh bersama.
Di sisi lain, Ketua Bidang Bisnis Syariah AAJI Paul Kartono menyampaikan bahwa penurunan unit linked pada 2023 sebagian besar disebabkan oleh implementasi aturan baru terkait PAYDI oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Banyak proses penjualan yang berubah, seperti harus direkam. Ini masalah kebiasaan, baik untuk tenaga pemasar maupun customer,” kata Paul.
Meski demikian, Paul optimistis bahwa proses adaptasi ini akan berbuah positif. Dia menjelaskan bahwa seiring berjalannya waktu, kebiasaan dalam menghadapi aturan baru mulai kembali normal.
Tenaga pemasar yang sebelumnya membutuhkan waktu lama dalam proses penjualan kini sudah lebih terbiasa, dan para nasabah juga semakin memahami bentuk produk unit linked yang baru. Paul juga menegaskan bahwa setiap jenis produk asuransi memiliki pasarnya masing-masing.
“Unit linked maupun tradisional memiliki pasar-pasar sendiri. Jika tenaga pemasar dan customer terbiasa dengan produk unit linked yang baru, proses penjualan akan semakin cepat dan produk unit linked akan kembali tumbuh,” katanya.