Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengapa SRBI Lebih Laku Ketimbang SVBI dan SUVBI?

Terdapat faktor otoritas penerbit hingga dinamika global yang memengaruhi tingginya minat investor ke SRBI dibandingkan dengan SVBI dan SUVBI.
Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Kamis (23/11/2023). / Bloomberg-Rosa Panggabean
Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Kamis (23/11/2023). / Bloomberg-Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA — Paruh kedua 2023 lalu, Bank Indonesia menerbitkan tiga instrumen surat berharga, yakni SRBI, SVBI, dan SUVBI, untuk menarik aliran modal asing masuk ke dalam negeri di tengah beragam gejolak global dan nilai tukar rupiah yang melemah.

Lebih dari setahun berjalan, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang lebih dahulu terbit pada September 2023 menjadi primadona. Outstanding instrumen pro-market per akhir 2024 lalu ini sempat menyentuh Rp970 triliun, walaupun per 14 Januari 2025 turun ke level Rp914,72 triliun.

Sementara menurut data per 14 Januari 2025, outstanding Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) yang meluncur sejak November 2023 tercatat senilai US$1,96 miliar dan US$436 juta. 

Lantas, mengapa dari ketiga instrumen sebagai upaya stabilitas nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi, SRBI jadi yang paling diminati investor

Direktur Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia (BI) Triwahyono mengungkapkan pada dasarnya bank sentral tidak membuat satu instrumen lebih menarik atau tidak, karena setiap instrumen memiliki tugasnya masing-masing. 

"Sekarang SVBI dan SUVBI tidak seaktif SRBI, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan penyempurnaan, tetapi masih dalam internal," ungkapnya kepada wartawan, dikutip pada Senin (10/2/2025). 

Dirinya juga tidak memungkiri memang terdapat beberapa isu yang membuat SVBI dan SUVBI tidak seramai SRBI, terutama persoalan kebijakan-kebijakan di negara lain. 

Untuk diketahui, SRBI diterbitkan dalam mata uang rupiah, sementara SVBI dan SUVBI dalam bentuk dolar AS. 

Bank Indonesia yang bertindak sebagai otoritas issuer atau penerbit rupiah, membuat instrumen tersebut dikategorikan sebagai high quality liquid asset (HQLA) sehingga SRBI dengan dasar rupiah, diminati investor. 

"SVBI SUVBI kan dalam dolar, sedangkan BI bukan issuance dolar, sehingga ada beberapa kebijakan di negara lain yang melihat, bukan sebagai kendala, tapi pengkategoriannya akan berbeda-beda," ujarnya. 

Melihat dari sisi imbal hasil atau yield pun, suku bunga SRBI memang terpantau lebih menarik ketimbang SVBI dan SUVBI. 

Imbal hasil SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 pada lelang terakhir 7 Februari 2025 lalu, terpantau sebesar 6,42%, 6,51%, dan 6,56%. Besaran tersebut sudah jauh lebih rendah dari Juli 2024 yang sempat mencatatkan level masing-masing tenor sebesar 7,3%, 7,39%, dan 7,43% atau lebih tinggi dari yield Surat Berharga Negara (SBN) yang pemerintah terbitkan kala itu.

Sementara pada hasil lelang SVBI 4 Februari 2025 dan SUVBI 7 Februari 2025, imbal hasil untuk tenor 1 bulan dan 3 bulan masing-masing sebesar 4,61% dan 4,6%. 

Pada kesempatan yang sama, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede melihat SRBI lebih diminati oleh perbankan maupun investor asing untuk mengelola likuiditas rupiahnya. 

"Kenapa SRBI lebih menarik? SRBI tadi rupiah, SVBI adalah dolar. Dari sisi perbankan dan investor mungkin melihat SRBI untuk likuiditas manajemen," tuturnya. 

Adapun, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya menuturkan bahwa penerbitan SRBI telah mendukung upaya peningkatan aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dan penguatan nilai tukar rupiah. 

Tercatat per 14 Januari 2025 kepemilikan nonresiden dalam SRBI mencapai Rp228,85 triliun (25,02% dari total outstanding).

Implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar, sehingga memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi.

"Ke depan, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market, baik dari sisi volume maupun sisi daya tarik imbal hasil, guna meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta mendorong aliran masuk modal asing," ujar Perry beberapa waktu lalu. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper