Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arbitrase, Pengadilan Asuransi, dan Larangan Pembatalkan Klaim Sepihak oleh MK

Pembatalan polis asuransi saat ini bisa dilakukan melalui dua cara, yakni kesepakatan antara perusahaan dengan pemegang polis atau putusan pengadilan.
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, BOGOR – Mahkamah Konstitusi telah memutuskan pembatalan pertanggungan polis asuransi saat ini bisa dilakukan melalui dua cara, yakni kesepakatan bersama antara perusahaan dengan pemegang polis, serta melalui putusan pengadilan. Yang jadi isu, kasus sengketa klaim di pengadilan berpotensi membludak apabila semua mekanismenya melalui putusan pengadilan.

Hendri Jayadi, Akademisi dan Pakar Hukum Pidana menjelaskan penyelesaian sengketa klaim tanpa pengadilan sebenarnya bisa diselesaikan melalui lembaga arbitrase. 

"Putusan arbitrase bisa dilaksanakan, bisa tanpa pengadilan, tapi pelaksanaannya bersifat sukarela tidak bisa memaksa," ujar Hendri dalam media gathering Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Bogor, Rabu (25/6/2025).

Agar putusan arbitrase tersebut menjadi wajib, Hendri menjelaskan putusan itu harus dibawah ke pengadilan. Apabila dalam pengadilan pihak termohon tidak setuju, bisa mengajukan keberatan.

"Jadi tidak selesai-selesai perkara ini. Maka dari itu harus dibuat khusus [pengadilan khusus asuransi]," kata Hendri.

Agar proses pengadilan sengketa klaim tidak berlarut-larut, Hendri mencontohkan bagaimana mekanisme di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang dapat diadopsi di asuransi. Pengadilan tersebut biasanya untuk menyelesaikan kasus sengketa perburuhan yang berkaitan dengan pihak pemberi kerja dan pekerja.

Dalam mekanismenya, PHI tidak menerima gugatan sebelum adanya perundingan bipartit. Dalam konteks asuransi, perundingan ini bisa dilakukan antara perusahaan asuransi dengan nasabah atau pemegang polis.

"Bikin berita acara. Nanti para pihak menyepakati apa, kalau di situ sepakat, oke kita batalkan polisnya, premi yang kita bayar sekian karena ada fraud, misalnya," jelas Hendri.

Ketika tidak ada kata mufakat, barulah kemudian masuk ke lembaga tripartit. Dalam konteks asuransi, peran ini dapat dimainkan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

Bila metode tersebut masih belum menemukan jalan keluar, barulah naik ke tingkat pengadilan. Hendri menilai, cara ini lebih efektif daripada yang terjadi saat ini di mana dia melihat tidak adanya keseragaman penyelesaian sengketa asuransi.

"Jadi ada hukum acaranya lebih efektif. Diharapkan selesainya di bipartit. Kalau tidak selesai, tripartit. Kalau tidak selesai di PHI [kalau sengketa klaim di persidangan khusus asuransi]. Persidangan ini alternatif terakhir," pungkasnya.

Sebelumnya, ahli hukum dan pengacara, Ricardo Simanjuntak menilai apabila setiap kontrak polis asuransi dibatalkan melalui sengketa pengadilan, maka kasus sengketa pengadilan akan membludak dan hampir tidak mungkin teratasi.

"Kita hitung saja. pengadilan bakalan sanggup tidak? Misalnya, contoh, kalau sekarang itu ada sekitar 165 perusahaan asuransi, baik asuransi jiwa dan umum. Saya sudah tanya, kemungkinan dalam sebulan itu bisa tiga penolakan untuk satu perusahaan asuransi. Nah, kalau tiga dikali 165 itu kira-kira 500 sebulan. Setahun 6.000," kata Ricardo saat berbincang dengan Bisnis, Rabu (5/3/2025).

Dia menjelaskan bahwa pembatalan tersebut harus diajukan ke pengadilan negeri dan bentuknya pasti gugatan, bukan permohonan.

"Jadi 6.000 ini harus berperkara di pengadilan dalam waktu 3,4,5 tahun sampai PK [peninjauan kembali]. Sanggup tidak pengadilan?," tegasnya.

Sebagai solusi, pembatalan kontrak polis asuransi menurutnya akan lebih ideal ditempuh melalui kesepakatan bersama. Menurutnya hal itu bisa dilakukan dengan memperjelas klausul dalam kontrak asuransi, misalnya pada Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ) pada asuransi jiwa.

"Kalau kita baca pada literal putusan MK seakan-akan lewat pengadilan. Dia kan cuma menjelaskan cuma dua, kalau tidak kesepakatan bersama wajib melalui pengadilan. Jadi pengadilan itu demi hukum. Dasar hukumnya 1266 perdata. Jadi itu mutlak. Walau dia tidak disepakati, dia otomatis. Maka syaratnya adalah disepakati dua pihak, oke, atau diputuskan oleh pengadilan," jelas Ricardo.

Kilas Balik Putusan MK

Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh Pemohon inkonstitusional bersyarat. Pasal ini menjadi dasar bisnis di industri asuransi selama ini. Putusan ini tertuang dalam Pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jumat (03/01/2025).

“Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan," ucap Suhartoyo saat pembacaan amar Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024.

Mahkamah menyatakan yang menyebabkan norma Pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Disebutkan juga, norma Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian, kecuali sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan tersebut diketahui sebelumnya.

“Oleh karena itu, tampak dengan nyata tidak terdapatnya penegasan berkenaan dengan tata cara pembatalan akibat adanya hal-hal yang keliru atau disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh penanggung,” ucap hakim Ridwan saat Pembacaan Pertimbangan Hukum.

MK menyebut suatu perjanjian seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian. Sementara, adresat norma Pasal 251 KUHD hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung. Karena itu, Mahkamah akhirnya memberikan penegasan dan pemaknaan terhadap norma ketentuan Pasal 251 KUHD.

“Sifat suatu perjanjian yang seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian, yang di antaranya syarat kebebasan berkontrak dan harus adanya kesepakatan para pihak, di samping prinsip-prinsip yang lainnya, maka adresat norma Pasal 251 KUHD yang seolah-olah hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung saja, tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung, sehingga telah menjadi kesepakatan adalah norma yang tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil khususnya bagi tertanggung,” jelas Ridwan.

Lebih jauh, alasan hukum yang juga melandasi Mahkamah untuk memberikan penegasan terhadap norma ketentuan Pasal 251 KUHD adalah pasal ini merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda yang telah tertinggal sehingga tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum saat ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper