Bisnis.com, JAKARTA — Keinginan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan melihat transaksi kartu kredit dipertanyakan sejumlah pihak.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mengatakan, kalau memang yang mau perlu diketahui adalah transaksi kartunya, maka DJP cukup melihat totalnya saja dan tidak perlu detail per transaksi.
"Kalau yang sekarang kan masih diminta detail, makan di mana belanja di mana. Apa itu perlu? Itu yang membuat orang merasa tidak nyaman," katanya kepada Bisnis, Selasa (13/2/2018).
Dia menjelaskan, data mengenai total transaksi sebenarnya rutin dirilis oleh penerbit kartu kredit. Bahkan, data tersebut bisa diakses di statistik Bank Indonesia.
Kewajiban pelaporan ini sebenarnya bukan pertama kali diminta oleh DJP. Pada 2016 lalu peraturan serupa sempat dirilis, tetapi kemudian dibatalkan.
Steve mengakui bahwa saat wacana tersebut ramai diperbincangkan, cukup banyak nasabah kartu kredit yang menutup akunnya.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) BhimaYudhistira Adhinegara mengatakan, walaupun DJP tak berniat melihat transaksi semua nasabah, tetapi tetap saja hal tersebut akan berdampak negatif.
Dia memperkirakan, tahun ini tren penutupan kartu kredit akan semakin meningkat akibat wacana ini, meskipun transaksi yang diintip Rp1 miliar ke atas.
"Urgensi untuk mengintip transaksi kartu kredit juga dipertanyakan. Kalau rekening bank diatas Rp1 miliar sudah dibuka, buat apa lagi DJP melihat kartu kredit," ujarnya.