Bisnis.com, JAKARTA -- Perbankan mengharapkan insentif dari regulator untuk ekspansi ke luar negeri, khususnya dalam upaya meningkatkan peran Indonesia dalam konteks integrasi ekonomi ASEAN.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah berlangsung selama dua tahun, dinilai sejumlah pelaku industri di sektor perbankan masih menemui sejumlah kesulitan dalam ekspansi bisnis, khususnya terkait regulasi.
Direktur Perencanaan dan Operasional PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk. Bob Tyasika Ananta mengatakan perbankan perlu insentif dari regulator untuk mempermudah proses ekpansi perseroan.
Sejumlah regulasi yang menghambat proses ekspansi antara lain terkait dengan penambahan home staff untuk kantor cabang BNI di Singapura.
Bob menuturkan pihaknya diharuskan untuk mempublikasi kebutuhan tersebut dengan maksud memprioritaskan warga negara Singapura sebelum menarik sumber daya dari Indonesia.
"Ada kepentingan tertentu yang mungkin regulator bisa turut membantu," ujarnya dalam forum diskusi RSM Indonesia di Jakarta, Senin (5/3/2018).
Baca Juga
Selain itu, regulasi terkait pembukaan cabang di luar negeri menurut Bob belum mengakomodir kemampuan industri perbankan.
Pasalnya sejumlah negara ASEAN memiliki regulasi pembukaan kantor bank dalam bentuk perusahaan anak, sedangkan kemampuan bank untuk melakukan ekspansi terbatas kemampuan modal.
Bob menambahkan pertimbangan lain yang memberatkan potensi perkembangan anak usaha di luar negeri adalah beban opersaional yang lebih tinggi.
"Dari sisi konteks tersebut, memang kita perlu bantuan regulator. Ini akan menjadi pembahasan antar dua pemerintah negara [G2G] karena tidak semuanya bisa dilakukan secara B2G [business-to-government]," katanya.
Jaringan global dengan kode emiten BBNI tersebut di kawasan ASEAN saat ini baru tersedia di Singapura. Tahun lalu BBNI sempat berencana untuk ekspansi ke Malaysia dalam format himbara untuk membentuk anak usaha.
Kinerja jaringan global BBNI sepanjang tahun lalu menurut Bob mengalami pertumbuhan sebesar 35% dengan rata-rata total aset 8 jaringan global sebesar US$1 miliar.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso mengatakan saat ini belum ada sinkronisasi infrastruktur perbankan negara ASEAN sehingga memang perbedaan regulasi dapat menghambat proses ekspansi.
"Kalau memang mau saling kirim [kerja sama] masuk lah ke bilateral dengan Malaysia atau Singapura. Kita bentuk kesepakatan antara dua negara dulu baru kemudian multilateral," ujarnya.
Dia menambahkan saat ini negara-negara ASEAN tengah menyusun rencana dikeluarkannya regulasi single passport yang tujuannya untuk memudahkan crossborder atau integrasi perbankan.
Namun untuk mencapai rencana tersebut, setiap negara ASEAN harus sudah memiliki sinkronisasi regulasi dan instrumen perbankan.
Wimboh menyebutkan Indonesia memiliki tingkat liberasi keuangan yang tinggi dengan menjadi satu-satunya negara ASEAN yang tergabung dalam forum internasional G20 dan telah menerapkan Basel III.
Hal ini menyebabkan terciptanya gap atau perbedaan regulasi yang mengakibatkan sejumlah hambatan bagi rencana ekspansi industri perbankan Indonesia di luar negeri.