Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia, selaku regulator di bidang sistem pembayaran, diminta untuk mengawasi secara ketat perusahaan financial technology (fintech) yang beroperasi di Indonesia dengan menggandeng perbankan swasta nasional.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa pada dasarnya sah saja bagi perusahaan asing untuk masuk dalam persaingan bisnis sistem pembayaran selama masih patuh dengan regulasi.
Di tengah upaya mewujudkan kemandirian sistem pembayaran dalam negeri lewat Gerbang Pembayaran Nasional, BI mengatu kepemilikan asing bagi penyedia sistem pembayaran dibatasi maksimal 30%.
Dengan kata lain, menurut Bhima, selama dalam koridor kerja sama, sah-sah saja bagi perusahaan tekfin asing beroperasi.
"Yang terpenting BI harus lakukan pengawasan ketat terhadap provider asing khususnya terkait keamanan data nasabah dan data center. Jangan sampai kerja sama dengan provider asing merugikan ekonomi dalam jangka panjang karena pemanfaatan data oleh asing," katanya kepada Bisnis, Senin (25/2/2019).
Dia mencontohkan, di negara AS perusahaan China memiliki beberapa restriksi untuk masuk sistem pembayaran karena berisiko mencuri data nasabah.
Dalam kesempatan sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng menyampaikan babhwa pihakya telah menerima pengajuan izin operasional dari PT Bank CIMB Niaga Tbk. dan Alipay. Saat ini, proses perizinan belum selesai karena masih ada tahapan penyesuaian di antara dua lembaga tersebut.
BI juga telah melakukan diskusi dengan WeChat Pay, yang berencana menggandeng beberapa bank nasional yakni platform layanan pembayaran lainnya yakni WeChat Pay. Padahal, beberapa bank seperti PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.