Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melihat pertumbuhan ekonomi global yang menurun berdampak pada tren pelemahan inflasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Pasalnya, pelemahan ekonomi akan berpengaruh pada permintaan barang dan jasa yang pada akhirnya menekan laju harga.
Hal ini terungkap dalam Laporan Kebijakan Moneter Kuartal I/2020. Meskipun demikian, BI menegaskan inflasi pangan perlu menjadi perhatian.
"Inflasi di AS dan Eropa menurun akibat melemahnya permintaan, meski potensi peningkatan inflasi pangan tetap diwaspadai akibat gangguan rantai pasokan global," ungkap BI dalam laporannya yang dirilis, Jumat (29/5/2020).
Di China, inflasi juga mengalami penurunan didorong perbaikan pasokan. Selain itu, tren penurunan inflasi juga didukung oleh ekspektasi inflasi di banyak negara yang menunjukkan penurunan seiring dengan melemahnya kegiatan ekonomi.
Perkembangan indikator breakeven inflation bond mengindikasikan ekspektasi inflasi AS yang menurun.
Baca Juga
Ekspektasi inflasi di Eropa untuk 2020 juga menurun ke kisaran 1,1 persen pada Maret 2020 dari sebelumnya 1,4 persen pada Februari 2020. Kondisi ini terjadi di Indonesia. BI mengklaim inflasi pada kuartal I/2020 tetap rendah dan terkendali.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada kuartal I/2020 tercatat rendah sebesar 0,76 persen (qtq), meskipun sedikit meningkat dari inflasi kuartal sebelumnya sebesar 0,53 persen (qtq).
"Tetap rendahnya inflasi dipengaruhi melemahnya permintaan sejalan dampak pandemi Covid-19 serta memadainya pasokan barang dan lancarnya rantai distribusi," ungkap BI.
Namun, BI melihat inflasi yang rendah dan terkendali berlanjut pada April 2020 didorong penurunan inflasi inti. Inflasi IHK pada April 2020 tercatat 0,08 persen (mtm) atau 2,67 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan Maret 2020.
BI mengakui perkembangan ini dipengaruhi inflasi inti yang melambat sejalan dengan melemahnya permintaan domestik akibat Covid-19 dan konsistensi kebijakan BI dalam mengarahkan ekspektasi inflasi tetap terjaga. Pada April 2020, inflasi inti tercatat sebesar 0,17 persen (mtm) atau 2,85 persen (yoy).
Tampaknya tren lemahnya inflasi akan terus berlanjut. Hal ini ditandai dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) BI pada Mei 2020 yang bertepatan dengan Ramadan.
SPH yang dilakukan Bank Indonesia (BI) pada minggu keempat Mei menunjukkan laju inflasi yang sangat rendah, yakni 0,09 persen (mtm). Inflasi tahunannya mencapai 2,21 persen (yoy). Pantauan ini dilakukan oleh 46 kantor perwakilan BI di seluruh Indonesia.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan inflasi Ramadan pada 2020 cukup rendah karena adanya penurunan rendahnya inflasi terkait dengan masa Covid-19.
"Covid-19 menurunkan permintaan dari masyarakat akan barang dan jasa. Tahun sebelumnya Ramadan, kita buka puasa di restoran, belanja banyak. tahun ini, ada Covid sehingga permintaan rendah, terlihat kegiatan ekonomi kita," papar Perry dalam media briefing, Kamis (28/5/2020).
Dari catatan BI, inflasi bulan Ramadan tahun ini sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0,68 pada 2019, 0,59 pada 2018, dan 0,69 pada 2017.
Kondisi pandemi Covid-19 ini juga mempengaruhi pendapatan masyarakat sehingga permintaan juga melambat.
Selain itu, harga-harga komoditas global berpengaruh banyak terhadap harga barang. Alhasil, imported inflation tetap rendah.
"Ini juga dipengaruhi oleh stabilitas nilai tukar yang tetap terpelihara," ungkapnya. Faktor terakhir, Perry mengungkapkan harga barang di dalam negeri tetap terkendali dan pasokannya terjaga.
Dengan demikian, Perry yakin target sasaran inflasi pada tahun ini akan tercapai. "Insya Allah inflasi tahun ini terjaga di kisaran 2 persen - 4 persen dengan inflasi rendah Ramadan 2,21 persen," kata Perry.