Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak delapan perusahaan financial technology (fintech) baru saja mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah tersebut diharapkan membuat profil industri fintech semakin kokoh dalam menjalankan perannya di Tanah Air. Lalu dengan izin usaha tersebut, bagaimana peran mereka ke depannya?
Ketua Umum AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) Adrian Gunadi mengatakan pihaknya berharap peran aktif perusahaan fintech dalam menunjukkan konsistensi pemberiaan pinjaman kepada masyarakat.
"Selamat kami ucapkan kepada para member AFPI yang memperoleh izin usaha dari OJK. Semoga dengan izin usaha yang diperoleh ini, dapat memperkuat industri khususnya di tengah masa pandemi Covid-19 untuk menunjukkan konsistensinya berperan aktif dalam penyaluran pinjaman ke masyarakat khususnya sektor UMKM," ujar Adrian.
Hingga saat ini, total sudah ada 33 penyelenggara fintech pinjaman online yang telah mengantongi lisensi dari OJK, dari total anggota AFPI saat ini yakni sebanyak 161 perusahaan. Secara industri, dilihat dari data OJK per Maret 2020, akumulasi penyaluran pinjaman Fintech P2P Lending naik 208,83% menjadi Rp 102,53 triliun dari posisi periode yang sama tahun lalu.
Adapun, sebanyak delapan pimpinan perusahaan fintech pada 2 Juni 2020 telah menerima izin usaha perusahaan dari OJK. Mereka yaitu, Herman Handoko CEO Pinjam Modal (PT Finansial Integrasi Teknologi), Sharly Rungkat CEO Taralite (PT Indonusa Bara Sejahtera), Entjik S. Djafar CEO Danarupiah (PT Layanan Keuangan Berbagi), James Susanto CEO Pinjamwinwin (PT Progo Puncak Group), dan Adrianus Hitijahubessy CEO Julo (PT Julo Teknologi Finansial).
Selain itu, adapula Ronny Wijaya CEO Indodana (PT Artha Dana Teknologi), Dino Setiawan CEO Awantunai (PT SimpleFi Teknologi Indonesia), dan Dima Djani CEO Alami Sharia (PT Alami Fintek Sharia).
Baca Juga
Ronny Wijaya, Direktur Utama Indodana mengatakan pihaknya resmi mengantongi izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 3 Juni 2020 sesuai surat OJK nomor KEP-15/D.05/2020 pada 19 Mei 2020. Sebelumnya, Indodana berstatus terdaftar dan diawasi oleh OJK sejak 20 Maret 2018.
“Izin usaha ini merupakan salah satu bukti keberhasilan Indodana dalam memperkuat sistem keamanan layanan fintech lending online, dimana pencapaian ini menjadi dorongan semangat yang lebih besar lagi bagi seluruh tim Indodana untuk membantu mendukung inklusi keuangan di Indonesia lewat teknologi,” ujar Direktur Utama Indodana Ronny Wijaya.
Status izin usaha dari OJK ini diberikan kepada Indodana selaku platform fintech lending setelah memenuhi sejumlah persyaratan, seperti penerapan keamanan sistem informasi berupa ISO 27001, yang merupakan standar internasional sistem manajemen keamanan informasi.
“Kami terus mengedukasi masyarakat agar selalu memilih fintech yang sudah terdaftar/berizin dan diawasi OJK. Jangan sembarangan memilih layanan fintech yang keamanannya tidak terjamin karena bisa merugikan. Kami yakin masyarakat Indonesia sudah paham pentingnya memilih platform fintech lending berlisensi OJK, seperti Indodana.” ujar Ronny.
“Kami akan menggunakan momen perizinan OJK ini untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan keamanan layanan Indodana guna mencapai inklusi keuangan di Indonesia. Kami fokus meningkatkan layanan untuk masyarakat yang underbanked sehingga mereka bisa mendapatkan layanan dengan mudah, cepat dan aman guna memenuhi kebutuhan finansial mereka,” ucap Ronny.
Lebih lanjut, Ronny mengatakan Indodana juga sudah meluncurkan terobosan dengan memberikan layanan paylater untuk berbagai kebutuhan belanja hingga Rp10.000.000,- dengan syarat yang mudah dan pastinya aman untuk digunakan belanja berbagai keperluan di partner merchant online ternama. Kami juga akan terus mengembangkan offering produk pinjaman produktif di sektor UMKM untuk terus meningkatkan inklusi keuangan.
Indodana adalah platform fintech peer to peer (P2P) lending yang didirikan oleh PT Artha Dana Teknologi guna memberikan layanan pinjaman finansial berbasis teknologi yang didirikan sejak November 2017. Indodana telah terdaftar dan diawasi OJK sesuai dengan keputusan OJK nomor SB-235/NB.213/2018.
Adapun CEO Alami Dima Djani menjelaskan pihaknya menyasar masyarakat yang gemar bertransaksi keuangan secara syariah, di tengah maraknya penggunaan sistem keuangan konvensional.
"Kami sebagai fintech syariah menyasar masyarakat yang gemar bertransaksi syariah dan juga sebagai alternatif fintech yang mudah dipakai," ujarnya dalam konferensi pers daring, Selasa (2/6/2020).
Dia mengaku industri peer to peer lending atau P2P ini agak berbeda dinamika industri syariahnya dengan perbankan, di mana industri tekfin juga masih dapat dikatakan baru beroperasi di Tanah Air.
Namun, yang disoroti Alami yaitu pihaknya ingin menghapus momok bahwa sistem keuangan syariah itu adalah kuno, model lama, dan kaku.
"Itu yang ingin kami hilangkan. Kami sebagai tekfin yang comply dengan prinsip-prinsip keuangan syariah," ujar Dima.
Adapun menurut Dima Djani, saat ini Alami fokus pada produk pendanaan di sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), anjak piutang, pertanian dan peternakan, serta industri kesehatan.
Tahun ini Alami berencana akan melakukan ekspansi area operasional serta menyiapkan agenda untuk peluncuran aplikasi mobile di smartphone.
Secara terpisah CEO & Co-Founder JULO Adrianus Hitijahubessy menyampaikan bahwa pencapaian ini menjadi dorongan semangat yang sangat besar bagi seluruh tim agar semakin giat mewujudkan misi dan visi JULO dalam mendukung inklusi keuangan di Indonesia.
"Dengan peningkatan status menjadi perusahaan yang berizin resmi, JULO akan terus melanjutkan pelayanan dan mengembangkan inovasi untuk seluruh nasabahnya, seperti yang selalu dilakukan sejak kali pertama JULO didirikan," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (29/5/2020).
JULO secara resmi mengantongi izin usaha penyelenggara layanan pinjam meminjam sesuai surat OJK nomor KEP-16/D.05/2020 pada 19 Mei 2020. Sebelumnya, JULO yang berdiri sejak akhir tahun 2016 lalu, berstatus terdaftar dan diawasi oleh OJK.
Sementara itu, Direktur Utama Taralite, Sharly Rungkat mengatakan berdasarkan SK Anggota Dewan Komisioner OJK No. KEP-19/D.05/2020 tertanggal 19 Mei 2020, pihaknya yang sebelumnya berstatus “terdaftar” di OJK, kini meningkat menjadi perusahaan P2P Lending berlisensi resmi.
“Taralite merupakan P2P Lending bagian dari Grup OVO. Kami akan terus mendukung upaya pemerintah merealisasikan berbagai visi dan misi ekonomi digital Indonesia, khususnya membawa masyarakat lebih dekat ke berbagai layanan keuangan digital, termasuk sektor UMKM,” katanya lewat rilis resminya, Rabu, (3/6/2020)
Karaniya Dharmasaputra, Presiden Direktur OVO, menambahkan bahwa pihaknya menyambut baik kolaborasi strategis dengan Taralite sebagai bagian dari ekosistem OVO untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Menurutnya, pertumbuhan adopsi keuangan digital yang tumbuh pesat, makin menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan pengguna serta pelaku industri dari berbagai segmen. Dia menyatakan bahwa kolaborasi tersebut hadir untuk menjawab tantangan yang dihadapi para pegiat UMKM dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.
“Dengan strategi ekosistem terbuka dan kehandalan teknologi yang dimiliki OVO, Taralite akan terus memperluas layanan OVO tidak hanya sebatas di area pembayaran digital, namun juga menyediakan akses yang mudah dan tanpa batas di area pinjaman bagi jutaan UMKM di seluruh Indonesia,” jelasnya.