Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Merugi Akibat Covid-19? Ini Ketentuan Klaim Asuransinya

Risiko gangguan bisnis akibat Covid-19 bisa diproteksi dengan perluasan jaminan dari polis standar asuransi properti.
Foto Multiple Exposure karyawan saat beraktivitas di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Foto Multiple Exposure karyawan saat beraktivitas di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Kerugian usaha menjadi salah satu objek pertanggungan dari polis asuransi gangguan bisnis. Gangguan akibat Covid-19 memungkinkan untuk ditanggung oleh asuransi dengan sejumlah syarat.

Menurut Property and Engineering Underwriter PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re Mahesha Gusti Rianta, berdasarkan Section II polis PAR yang diterbitkan Munich Re, gangguan bisnis yang dapat dijamin oleh pihak asuransi adalah gangguan akibat kerusakan atau kehilangan properti.

Berdasarkan artikel yang ditulisnya di situs resmi Indonesia Re, Mahesha menjelaskan bahwa polis standar Munich Re tersebut tidak menyertakan gangguan bisnis akibat pandemi Covid-19, karena tidak adanya kerusakan atau kehilangan material yang dialami pelaku bisnis.

"Artinya, jika polis yang digunakan dalam suatu penutupan asuransi adalah polis Munich Re standar, kerugian yang timbul akibat gangguan bisnis tersebut tidak dapat ditanggung oleh pihak asuransi. Selain itu, perlu juga diketahui bahwa segala kerugian yang disebabkan oleh penyakit menular, seperti halnya Covid-19, tidak dapat ditanggung karena masuk ke dalam pengecualian standar," tulis Mahesha.

Meskipun begitu, dia menilai bahwa risiko gangguan bisnis akibat Covid-19 bisa diproteksi dengan perluasan jaminan dari polis standar asuransi properti.

Menurut Mahesha, pemilik usaha memungkinkan untuk mengajukan klaim jika tempat usahanya ditutup oleh pemerintah sebagai akibat adanya penyakit yang bisa disampaikan (notifiable disease) di wilayahnya.

Kondisi tersebut mengandung tiga syarat yang harus terpenuhi agar perusahaan asuransi bisa membayarkan klaim gangguan bisnis. Pertama adalah penutupan usaha dilakukan atas instruksi dari pemerintah.

"Apabila penutupan usaha dilakukan atas dasar inisiatif dari pemiliki atau pelaku usaha dalam rangka mencegah penyebaran penyakit, maka kerugian yang ditimbulkannya tidak dapat ditanggung oleh asuransi," tulis Mahesha.

Kedua, pandemi Covid-19 harus tergolong sebagai notifiable disease, yakni penyakit yang berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dilaporkan kepada pemerintah. SARS, AIDS, H5N1, H1N1 dan mutase dari H1N1 dikecualikan dari notifiable disease, sehingga apabila Covid-19 dinyatakan masih tergolong SARS, maka asuransi tidak bertanggung jawab atas risiko tersebut.

Menurut Mahesha, penentuan notifiable disease pun memengaruhi kapan klausa asuransi bekerja. Apabila gangguan bisnis terjadi sebelum pemerintah menyatakan bahwa Covid-19 tergolong sebagai notifiable disease, maka kerugian tersebut tidak bisa ditanggung perusahaan asuransi.

"Kasus SARS yang terjadi di Hongkong sejak Februari 2003 menyebabkan banyak hotel yang melakukan klaim gangguan bisnis. Pemerintah Hongkong memberikan status notifiable disease untuk SARS pada 27 Maret 2003, sehingga pihak asuransi menolak klaim gangguan bisnis yang terjadi sebelum 27 Maret 2003," tulis Mahesha.

Dia menjelaskan bahwa pemerintah Inggris menyatakan bahwa Covid-19 termasuk sebagai notifiable disease pada Selasa (5/3/2020). Artinya, jika perusahaan asuransi di sana mengacu kepada polis standar Munich Re dan terdapat klaim gangguan bisnis akibat Covid-19 setelah Selasa (5/3/2020), klaim itu wajib dibayarkan.

Adapun, syarat ketiga adalah notifiable disease tersebut harus terkonfirmasi menjangkiti tempat usaha yang menjadi objek pertanggungan. Menurut Mahesha, salah satu premis keterjangkitan itu dapat ditandai dengan adanya karyawan yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Mahesha menjelaskan bahwa terdapat sejumlah klausa lanjutan dan klausa-klausa lainnya yang mengatur definisi dari notifiable disease. Terdapat pula klausa yang memperhitungkan sejumlah aspek terkait gangguan bisnis akibat pandemi, seperti pasokan bahan baku, air, listrik, dan fasilitas umum lainnnya.

"Klausa tersebut di antaranya adalah Contingent Business Interruption Endorsement, Suppliers and Customers Extension Clause, dan Public Utilities Clause. Ketiga klausa tersebut memperluas jaminan gangguan bisnis yang mencakup gangguan akibat tertanggung tidak mendapatkan suplai bahan baku dan/atau energi," tulisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper