Bisnis.com, JAKARTA — Penggunaan asuransi kredit dalam teknologi finansial atau fintech peer-to-peer lending dinilai tidak akan memengaruhi tingkat non-performing financing atau NPF saat terjadi kegagalan, tetapi dapat menjaga dana pemberi pinjaman atau lender.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa asuransi merupakan mekanisme perlindungan paling tepat bagi lender fintech. Proteksi melalui lembaga penjamin dinilai kurang tepat karena penempatan dana di fintech merupakan investasi.
Menurutnya, keberadaan asuransi tidak akan memengaruhi tingkat NPF dari perusahaan fintech saat terjadi kegagalan pengembalian dana dari peminjam (borrower), karena tetap tercatat sebagai kredit macet. Namun, dalam kondisi itu, dana lender dapat terselamatkan.
Baca Juga
"Artinya tetap ada NPF yang meningkat, tetapi kalau pada skema asuransi tadi, si pihak asuransi kan akan melakukan audit terhadap borrower itu. Kalau bisnisnya turun, karena kondisi ekonomi, dan bukan faktor-faktor fraud, itu yang bisa dilakukan audit oleh asuransi dan dana lender bisa diklaim," ujar Bhima kepada Bisnis, Senin (15/12/2020).
Menurutnya, keberadaan asuransi pun dapat membantu perusahaan fintech dalam memilih calon borrower. Dengan adanya proteksi, fintech dapat menggaet lebih banyak lender karena dana yang terjamin tapi tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.
"Menurut saya itu pentingnya ada skema asuransi pinjaman untuk fintech P2P lending. Sekarang kan ada insurtech, bisa terjaga," ujar Bhima.