Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Asuransi sekaligus Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia Irvan Rahardjo menekankan bahwa industri asuransi secara global, terutama asuransi umum, harus mencermati beberapa isu utama yang bakal dihadapi dalam beberapa tahun mendatang.
Terutama, kelanjutan tren negatif dari dampak pandemi Covid-19 yang terjadi sepanjang 2020. Pertama, dari sisi merosotnya pendapatan investasi akibat rendahnya suku bunga yang menekan imbal hasil surat berharga dan pasar saham.
"Belum pastinya pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian politik, dan perang dagang, masih akan mempersulit prediksi asuransi. Merosotnya kurva imbal hasil investasi ini bisa mendorong rating sejumlah perusahaan terancam," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (27/1/2021).
Kedua, dari sisi potensi kerugian akibat maraknya pengajuan klaim akibat pandemi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama bagi perusahaan asuransi yang erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi atau keuangan, seperti asuransi kredit.
"Karena klaim karena pandemi itu bukan cuma berkaitan dengan kesehatan atau kematian, tapi juga bisa dari nasabah perusahaan yang kesulitan likuiditas, juga kelalaian yang menyebabkan kerusakan atau kecelakaan. Apalagi, ekspansi kredit baru di 2021 ini kan tidak akan pulih signifikan," ungkapnya.
Namun demikian, Irvan menjelaskan bahwa potensi besar ada dari sisi digitalisasi dan perluasan jaringan kepada pemenuhan kebutuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut Irvan, asuransi harus mulai menyesuaikan diri dengan lembaga pembiayaan yang kini sangat dekat dengan dunia digital, bahkan perbankan sekalipun telah masuk ke ranah digital.
"Digitalisasi butuh literasi dan edukasi yang baik, tapi berhubung kelas menengah ini sedang tumbuh, ini bisa dimanfaatkan. Terutama pelaku usaha kecil dan menengah itu mulai melirik asuransi, sementara perusahaan besar yang jadi mitra UMKM tersebut butuh proteksi untuk melindungi rantai pasoknya," jelasnya.