Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha di sektor jalan tol Jusuf Hamka mengkritisi perbankan syariah dari sisi dari sisi fleksibilitas pelunasan pembiayaan.
Bos PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP) tersebut melabeli bank syariah kejam dalam praktik bisnisnya.
Dalam catat Bisnis, anak angkat Buya Hamka ini bukan satu-satunya yang mengkritisi bank syariah pada tahun ini. Ustad Yusuf Mansur pun pernah menyebut bank syariah "malesin".
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institute Pertanian Bogor (CIEST-IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan untuk kasus Jusuf Hamka seharusnya sudah selesai dengan adanya permintaan maaf beliau.
Namun, dia juga tak menampik bawa tugas bank syariah untuk lebih kuat lagi melakukan program edukasi dan literasi nasabah menjadi semakin penting.
"Saya kira apa yang disampaikan oleh sebagian tokoh tersebut lebih untuk perbaikan ke depan agar bank syariah lebih baik lagi. Dari kejadian ini saya melihat bahwa PR edukasi dan literasi perbankan syariah masih perlu ditingkatkan," katanya kepada Bisnis, Minggu (27/7/2021).
Terkait perubahan akad, Irfan menyampaikan akad pembiayaan adalah kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Kalau mau mengubah akad, maka harus atas mutual consent pihak yang terlibat yaitu nasabah dan bank syariah.
"Tidak bisa satu pihak memaksakan keinginannya sendiri tanpa persetujuan pihak lain. Ini karena akan mengubah akad yang ada," katanya.
Adapun, Irfan justru berharap masyarakat ikut proaktif membuat bank syariah lebih kompetitif. Pertama, masyarakat perlu memahami perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional.
Contohnya, bedanya bunga dengan marjin profit dalam pembiayaan murabahah. Di bank konvensional, bunga adalah tambahan yang harus dibayar nasabah kepada bank sebagai akibat dari pinjaman yang dilakukan. Obyek pinjamannya itu adalah uang.
Sementara itu, marjin adalah tambahan yang harus dibayar oleh nasabah sebagai akibat dari jual beli yang dilakukan bank dengan nasabah dalam skema murabahah.
Obyek pembiayaannya adalah barang/jasa yangg dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, dalam akad murabah, barang/jasa yang dibutuhkan nasabah harus spesifik, karena nanti bank syariah yang akan membeli lalu menjualnya kembali pada nasabah.
Kedua, masyarakat perlu menyadari bahwa tidak semua sektor usaha dapat dibiayai oleh bank syariah. Hanya sektor usaha yang sesuai syariah saja yg dapat dibiayai.
Ketiga, masyarakat perlu menyadari bahwa bank syariah memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah) yang menjalankan fungsi memastikan kesesuaian syariah dari praktek yang dilakukan bank syariah, sehingga tidak bisa bank dan nasabah bermain-main dengan akad syariah.
Keempat, masyarakat juga perlu paham bahwa meningkatkan tabungan di bank syariah merupakan bagian dari meningkatkan daya saing bank syariah. Jika tabungan selama ini hanya sekadar tabungan berjangka, maka masyarakat harus lebih percaya menempatkan tabungan dan bertransaksi sehari-hari di bank syariah.
"Semakin besar size atau ukuran bank syariah, yang ditandai dengan aset yang semakin besar, maka bank syariah akan semakin efisien sehingga akan menjadi sangat kompetitif," katanya.