Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. yang saat ini berganti nama menjadi PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) terpantau terkoreksi cukup signifikan.
Dari data RTI, hingga pukul 14.30 perdagangan hari ini, AGRO melemah 6,81 persen atau menyentuh auto reject bawah (ARB) ke level 2.190 per saham. Pada perdagangan kemarin, Selasa (28/9/2021), AGRO juga ditutup terkoreksi 6,75 persen ke level 2.350 per saham.
Sementara, pada perdagangan Senin (27/9/2021), saham AGRO ditutup di level 2.520 atau turun 1,95 persen. Pada perdagangan hari ini, sebanyak 125,91 juta saham AGRO diperdagangkan dengan nilai turnover Rp278,34 miliar.
Pada hari ini, beredar info di kalangan investor bahwa ada rumor atau hoax yang menyatakan harga rights issue Bank Raya berada jauh di bawah harga pasar.
Sebagaimana diketahui, anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) ini akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2,15 miliar saham dengan nominal Rp100 per saham, yang akan ditawarkan melalui PMHMETD atau 9,96 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Rencana ini telah mendapatkan restu pemegang saham dalam RUPSLB yang diselenggarakan pada Senin (27/9/2021).
Baca Juga
Saat dihubungi terkait rumor tersebut, Corporate Secretary Bank Raya Hirawan Nur Kustono mengatakan perseroan tiak mengetahui siapa yang mengeluarkan rumor mengenai harga rights issue. Pasalnya, hingga saat ini AGRO belum mengeluarkan harga pelaksanaan rights issue.
"Harga akan kami sampaikan pada saat yang tepat, bersamaan dengan kami sampaikan prospektus ke OJK," jelasnya.
Adapun, dana hasil pelaksanaan PMHMETD setelah dikurangi biaya emisi, akan digunakan untuk penguatan permodalan terutama sebagai modal kerja perseroan dalam rangka penyaluran dana berbasis digital.
Dalam sesi presentasi public expose secara daring pada Senin (27/9/2021), Direktur Utama BRI Agro, Kaspar Situmorang menjelaskan bahwa perusahaan sedang menjalankan proses transformasi bisnis model baru serta membenahi bisnis yang sudah ada.
Arah transformasi tersebut akan menyasar segmentasi pasar yang baru yaitu untuk memberikan layanan terhadap sektor gig economy (sektor pekerja informal). Setiap tahun, jumlah gig economy workers di Indonesia meningkat secara konsisten, laju tersebut juga semakin didorong oleh keadaan pandemi Covid-19.
Sebagai gambaran, jumlah gig economy workers meningkat sebesar 27,07 persen yoy, sedangkan jumlah karyawan-penuh-waktu menurun sebesar 8,84 persen yoy. Ke depannya, gig economy juga diproyeksikan untuk mencapai 74,81 juta gig workers pada 2025.
"Melihat perkembangan yang tengah terjadi dan menyadari shifting behavior ke arah digital yang terus memperkuat Indonesia, gig economy workers akan menjadi pilar penting yang memperkuat dan memajukan perekonomian bangsa," ujarnya.
Adapun, untuk membangun infrastruktur keuangan digital bagi pelaku gig economy dan mengakselerasi proses transformasi yang dijalani, perseroan berencana untuk membangun pondasi keuangan yang kuat untuk model bisnis baru melalui penguatan permodalan melalui rights issue.