Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia telah memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di level 3,5 persen. Keputusan itu disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan, Kamis (18/11/2021).
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Melihat keputusan itu, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), Rudi As Aturridha mengatakan hasil keputusan tersebut sejalan dengan ekspektasi perseroan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
“Keputusan tersebut sejalan dengan ekspektasi dan analisa tim ekonom Bank Mandiri, mengingat langkah ini masih diperlukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta mengakselerasi pemulihan ekonomi,” kata Rudi saat dihubungi Bisnis, Kamis (18/11/2021).
Rudi menuturkan bahwa sejak pertengahan tahun lalu, suku bunga deposito Rupiah Bank Mandiri telah secara agresif diturunkan sebanyak 275 basis poin (bps). Di mana, sebelumnya 5,25 persen pada Juni 2020 menjadi 2,5 persen per November 2021.
Selain itu, dalam rapat bulanan yang diselenggarakan secara virtual itu, BI juga terus mendorong perbankan untuk melanjutkan penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) atau prime lending rate. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kredit kepada dunia usaha untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Baca Juga
Perry menuturkan, suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar, mendorong suku bunga kredit perbankan terus dalam tren menurun.
Sementara itu, Rudi mengungkapkan bahwa BMRI telah menurunkan SBDK secara rata-rata untuk seluruh segmen sebanyak 198 bps, terhitung pada periode Juni 2020 hingga September 2021.
“Dengan penurunan terbesar pada SBDK untuk segmen konsumsi,” imbuhnya.
Rudi menambahkan, Bank Mandiri secara rutin melakukan review dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan, terutama arah kebijakan bank sentral.
“Dalam hal ini, tentu saja ruang penurunan masih terbuka apabila beban bunga dana dan biaya operasional dapat kami tekan menjadi lebih rendah serta tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas di pasar,” tutupnya.