Bisnis.com, JAKARTA - Komisi XI DPR RI membuka wacana terkait moratorium penjualan produk asuransi dikaitkan investasi (Paydi) alias unit-link seiring maraknya keluhan pemegang polis soal pelanggaran etika dan misselling dari para agen.
Sekadar informasi, hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan Komunitas Korban Asuransi Unit-Link dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Nusantara I DPR RI, Senin (6/12/2021).
Para anggota yang merupakan korban misselling produk unit-link besutan AXA Mandiri, AIA, dan Prudential ini banyak mengungkap bobrok skema penjualan produk dari para agen di lapangan. Terutama soal penyembunyian fakta terkait skema produk dan biaya-biaya tersembunyi, bahkan yang terparah berkaitan kasus pemalsuan tanda tangan nasabah.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mengungkap kekecewaan terhadap divisi Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK karena dinilai telah lalai dalam pengawasan tata kelola perusahaan asuransi di lapangan.
"Kalau menunggu OJK melakukan revisi aturan, tidak menyelesaikan masalah yang ada. Karena sebelum [aturan] resmi terbit, pasti perusahaan juga sudah punya cara bagaimana bisa mengeruk keuntungan. Kita bisa melakukan moratorium, karena sudah ada pengalaman juga sebelumnya ada produk keuangan lain yang bermasalah dan bisa kita hentikan penjualannya," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Puteri Anetta Komarudin sepakat bahwa harus ada tindakan yang nyata terkait keluhan para korban asuransi unit-link, di mana pihaknya mencatat unit-link menjadi salah satu sumber aduan masyarakat terkait lembaga jasa keuangan, tepatnya mencapai 593 pengaduan di tahun ini.
Baca Juga
"Ini meningkat karena pada 2019 cuma ada 360 aduan dan ketika pandemi kemarin kami dengar ada 3 juta nasabah yang menutup polis unit link miliknya. Jadi kalau bisa produk ini ada moratorium dahulu, seperti saat ini di industri fintech peer-to-peer lending yang terdampak kasus pinjol [pinjaman online ilegal]," jelasnya.
Adapun, Putri juga menyoroti kualitas agen asuransi di Tanah Air yang menurut aduan masyarakat menjadi sumber utama terjadinya masalah atau dispute. Menurutnya, pengawasan OJK dan asosiasi asuransi jiwa harus lebih ketat.
"Kami perlu melihat agen asuransi sekarang ini bagaimana standarnya. Karena kalau cuma sekadar ada aturan baru tapi tidak diterapkan di lapangan, banyak pelanggaran, dan tidak ada pengawasan, hasilnya akan sama saja," tambahnya.
Sementara itu, beberapa anggota Komisi XI DPR RI lain menyoroti soal buruknya kinerja OJK dalam menerima aduan masyarakat, terutama kantor cabang OJK di daerah-daerah.
Sebagian turut mendesak agar OJK mengkaji ulang penyelenggaraan produk asuransi unit-link. Selain itu, Komisi XI DPR RI juga menekankan pentingnya pembentukan lembaga penjamin polis.
Beberapa anggota juga sepakat akan menindaklanjuti keluhan nasabah dengan membuat panitia kerja khusus untuk membedah industri asuransi di Tanah Air, lewat memanggil asosiasi terkait dan para pelaku industri, dari mulai milik BUMN sampai perusahaan asuransi swasta.
Turut hadir dalam audiensi ini Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi Idris dan Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara.
Pihak OJK mengaku bakal menerima aduan ini dan memanggil pihak-pihak terkait, terutama ketiga perusahaan asuransi yang diduga tidak menjamin tata kelola yang baik dan minim pengawasan terhadap para agen.
OJK juga berjanji akan memperketat beberapa aspek dan persyaratan terkait penjualan unit-link lewat revisi aturan main baru yang kini dalam tahap harmonisasi dan diharapkan terbit pada akhir Desember 2021.