Bisnis.com, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatatkan kenaikan signifikan aset bersih dana jaminan sosial kesehatan pada 2021. Sampai dengan Desember 2021, posisi aset bersih dana jaminan sosial kesehatan mencapai Rp39,45 triliun.
Kondisi keuangan tersebut meningkat signifikan dibandingkan dengan posisi pada 2019 yang mencatatkan defisit sebesar Rp51 triliun dan posisi pada 2020 yang defisit Rp5,69 triliun.
"Baru pertama kali sejak 2016 atau 2015, BPJS Kesehatan tidak defisit. Biasanya kami defisit dan selalu ramai di DPR. Di Desember 2020, pernah cashflow positif, tapi kalau kewajibannya dijalankan, seperti utang-utang, dan sebagainya, jadi defisit. Kalau 2021, kami bersyukur sudah mulai positif, meski belum sehat sekali," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (19/1/2022).
Posisi aset bersih per 31 Desember 2021 senilai Rp39,45 triliun tersebut, kata Ghufron, dalam kategori sehat dan mampu memenuhi 4,83 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan. Posisi tersebut telah melampaui ketentuan minimum yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.
Dalam Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 84 Tahun 2015 disebutkan bahwa kesehatan keuangan aset DJS diukur berdasarkan aset bersih dengan ketentuan, antara lain pertama, paling sedikit harus mencukupi estimasi pembayaran klaim untuk 1,5 bulan ke depan, dan kedua, paling banyak sebesar estimasi pembayaran klaim untuk 6 bulan ke depan.
Menurut Ghufron, ada tiga hal yang menyebabkan aset bersih dana jaminan sosial positif. Pertama, kenaikan penyesuaian tarif dan kedua adalah adanya pandemi Covid-19. Kondisi pandemi membuat masyarakat enggan ke rumah sakit sehingga klaim BPJS Kesehatan menurun.
Baca Juga
"Ketiga, pihak manajemen bekerja keras untuk bisa mengendalikan pelayanan yang tidak perlu dan juga mencoba, meski dalam keadaan sulit, pengembangan keuangannya. Jadi, itu mengapa BPJS Kesehatan jadi positif," katanya.
Namun, menurutnya, kondisi keuangan BPJS Kesehatan belum betul-betul aman mengingat perkembangan pandemi yang masih sulit diprediksi. Lembaganya masih perlu mengantisipasi tren peningkatan utilisasi pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai rebound. Tren tersebut dikhawatirkan dapat kembali menekan keuangan dana jaminan sosial kesehatan.
Dia menuturkan, terjadinya penurunan kasus Covid-19 pada Oktober 2021, berdampak terhadap peningkatan kunjungan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut. Pada November 2021, dia menyebut, terdapat kenaikan kunjungan rawat jalan sebesar 9,62 persen dan rawat inap sebesar 9,6 persen.
"Ada fenomena rebound dan saya dilapori oleh direktur beberapa rumah sakit bahwa utilisasi meningkat tajam," tuturnya.
Sementara itu, BPJS Kesehatan mencatat realisasi penerimaan iuran sampai dengan Desember 2021 mencapai Rp139,55 triliun. Realisasi tersebut melebih target yang ditetapkan sebesar Rp138,4 triliun, sedangkan realisasi pembayaran biaya manfaat sepanjang 2021 mencapai Rp90,33 triliun.
Sebelumnya, Ghufron pernah mengungkapkan kekhawatirannya jika terjadi peningkatan utilisasi layanan JKN secara tajam, keuangan BPJS Kesehatan bisa kembali mengalami defisit. Badan tersebut pun telah melakukan sejumlah simulasi dengan berbagai macam asumsi dari skenario baik hingga yang terburuk. Ghufron menuturkan, berdasarkan proyeksi yang telah dibuat, potensi defisit bisa terjadi lagi pada 2023.
"Kami buat prediksi dengan perhitungan berbagai macam asumsi yang dipakai, seperti beberapa fasilitas yang kerja sama meningkat, utilisasi meningkat, sedikit pricing meningkat, kurang lebih pada 2023 itu sudah defisit, tapi karena kami masih punya akumulasi positif tadi pada 2021 dan 2022 itu masih bisa cover pada 2023. Nah, 2024 ini mungkin pas-pasan. Kalau 2025, tidak ada perubahan dan antisipasi, ya defisit," jelasnya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (16/9/2021).
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Achmad Yurianto juga pernah mengatakan bahwa pihaknya telah mengkomunikasikan sejumlah masukan terkait tren rebound utilisasi pelayanan JKN kepada Dirut BPJS Kesehatan.
"Pertama, menyiapkan mitigasi risiko jangka pendek maupun jangka panjang atas potensi lonjakan peningkatan jumlah kasus selama masa pandemi maupun pascapandemi Covid-19. Tren sekarang sudah menunjukkan rebound terhadap layanan JKN, beberapa saat lalu sempat turun karena berbagai faktor," kata Achmad.
Kemudian, saran selanjutnya adalah menyusun proyeksi cash flow dan strategi biaya manfaat dalam jangka panjang guna memastikan kesiapan kondisi finansial DJS selama masa pandemi maupun pascapandemi, terkait adanya wacana penyesuaian tarif kapitasi dan INA CBG, serta penjaminan Covid ke dalam lingkup JKN.