Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan fungsi intermediasi perbankan selama tahun 2021 mencatatkan tren perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya dengan kredit tumbuh positif.
Dalam publikasinya pada hari ini, Senin (24/1/2022), OJK mencatat kredit perbankan tumbuh 5,2 persen secara tahunan (yoy). Kredit perbankan pada 2020 sebesar Rp5.481,56 triliun menjadi Rp5.768,58 triliun pada akhir 2021.
Kredit perbankan tumbuh positif didorong pertumbuhan kredit konsumsi, UMKM, dan korporasi yang masing-masing tumbuh positif. Kredit konsumsi tercatat tumbuh 4,67 persen, diikuti kredit UMKM yang tumbuh 3,67 persen dan korporasi 2,72 persen.
OJK menambahkan kenaikan kredit juga ditopang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga yang positif dan tumbuh double digit. Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 12,2 persen secara yoy, dari Rp6.665,39 triliun pada 2020 menjadi Rp7.479,46 triliun pada 2021.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan bahwa sektor ekonomi dan keuangan masih berada dalam proses pemulihan setelah diterpa pandemi Covid-19 dalam kurun dua tahun terakhir. Dari sektor perbankan, indeks stabilitas keuangan cukup terkendali, diiringi dengan profil risiko perbankan tetap terjaga.
“Kredit sudah bertumbuh 5,2 persen secara tahunan [yoy] dengan NPL yang terkendali pada level 3 persen dan cenderung turun dari tahun lalu, di mana tahun lalu mencapai 3,06 persen,” ujarnya dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, di Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Saat ini OJK masih memiliki pekerjaan rumah terkait dengan restrukturisasi kredit yang jumlahnya kini mencapai Rp639,6 triliun. Menurutnya, jumlah ini semakin turun dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebesar Rp830,5 triliun.
“Namun, kami sudah meminta kepada sektor keuangan perbankan untuk selalu membentuk pencadangan, sehingga level cadangan terakhir sudah 14,85 persen atau Rp103 triliun,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa OJK terus meminta kepada perbankan untuk lebih cepat membentuk pencadangan, sehingga ketika kondisi normal tidak terjadi cliff effect. Lebih lanjut, rasio permodalan (car adequacy ratio/CAR) berada di level 25,67 persen.