Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Respons Nasabah Gagal Bayar WanaArtha Life soal Rencana Perbaikan Kinerja

Nasabah menilai apabila pemegang saham WanaArtha Life memiliki itikad baik, seharusnya tidak perlu menunggu 'sentilan' OJK dan menghabiskan waktu 2 tahun lebih hanya untuk mulai memperbaiki rasio keuangan.
Sejumlah nasabah pemegang polis Wanaartha Life mendatangi kantor Wanaartha dan meminta perusahaan untuk segera membayar klaim. /Istimewa
Sejumlah nasabah pemegang polis Wanaartha Life mendatangi kantor Wanaartha dan meminta perusahaan untuk segera membayar klaim. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemegang polis yang menjadi korban kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life) pesimistis atas keterangan pihak perusahaan yang mengaku mulai serius memperbaiki kinerja keuangannya. 

Hal ini diungkap oleh Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha (P3W) dalam diskusi terbatas bersama media, Selasa (8/2/2022) siang. Mayoritas mengungkap kekecewaan terhadap pola komunikasi perusahaan kepada para pemegang polis. 

Humas Pemegang Polis, Freddy Handojo mengungkap bahwa secara umum pihaknya mempertanyakan keterangan perusahaan yang seolah-olah telah memiliki skema yang diputuskan secara sepihak untuk menyelesaikan masalah, serta berdalih menunggu investor baru terlebih dahulu sebelum bisa bergerak. 

"Kalau memang serius memperbaiki rasio keuangan, harusnya dari awal terus dikomunikasikan, tidak perlu menunggu sampai 2 tahun. Selain itu, terkait keterangan mereka soal rencana skema cicilan, kami menolak karena tidak pernah dilibatkan dalam mediasi," ungkapnya. 

Sebagai pengingat, WanaArtha Life memulai fase kritis sejak aset investasinya disita oleh Kejaksaan Agung, karena diduga berkaitan dengan kasus tindak pidana praktik 'goreng saham' besutan Benny Tjokrosaputro (Bentjok), yang menyebabkan kerugian negara di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). 

Terkini, pihak WanaArtha Life mengaku tengah melakukan pembicaraan dengan beberapa calon investor strategis dalam rangka penambahan modal, demi memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait risk based capital (RBC) minimal 120 persen.

OJK mengungkap karena saat ini risk based capital (RBC) WanaArtha Life tercatat minus 2.018,53 persen, pemegang saham paling tidak harus menyuntikkan modal di kisaran Rp16,21 triliun. Adapun, rasio keuangan lain yang juga masih dilanggar, yaitu rasio kecukupan investasinya hanya sebesar 1,31 persen, dan rasio likuiditasnya hanya sebesar 0,25 persen.

Sementara itu, terkait hubungan dengan para pemegang polis yang tengah menjadi korban, Presiden Direktur WanaArtha Life Yanes Y. Matulatuwa membuka opsi tengah mempertimbangkan untuk melakukan pembayaran secara bertahap atau cicilan sesuai kemampuan perusahaan.

Salah satu perwakilan pemegang polis, Yonathan Wijaya pun mengungkap kecurigaan karena pada mediasi antara nasabah dengan manajemen pada 14 Desember 2021, transparansi kondisi perusahaan dan rencana pembayaran kewajiban tidak dipaparkan secara jelas. 

"Saat kami tanya berapa aset yang disita terkait Jiwasraya saja, tidak ada yang bisa menjawab secara pasti. Oke, dari OJK memang harus menambah modal, karena itu memang ketentuannya. Tapi jangan sampai ini jadi alasan lagi membuat kewajiban kepada kami menjadi semakin lama lagi. Kami harap OJK bisa memfasilitasi kami bertemu langsung dengan manajemen sekaligus pemegang saham," ungkapnya. 

Pemegang polis lain, Darmawan asal Semarang dan Soeriono asal Surabaya sama-sama curiga bahwa WanaArtha Life memang tidak memiliki itikad baik untuk membayarkan kewajibannya kepada nasabah, dan terus bertahan di balik dalih kasus penyitaan aset. 

Alasannya, apabila kinerja WanaArtha Life memang benar-benar terdampak hanya karena penyitaan aset, harusnya perusahaan bisa terbuka kepada para pemegang polis yang telah menjadi korban. 

Hal serupa diungkap Caren, seorang Biksuni asal Medan yang juga menjadi pemegang polis WanaArtha Life, mengaku kecewa karena perusahaan seakan-akan baru mulai serius untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. 

"Kalau perusahaan memang serius dan peduli, harusnya tidak mungkin menelantarkan kami sampai 2 tahun tanpa kejelasan apa-apa seperti ini. Selain itu, mereka selalu bilang terus membuka akses komunikasi kepada pemegang polis. Nyatanya, kami coba hubungi, tidak ada balasan," ujarnya. 

Terakhir, dua pemegang polis wanita, Francisca Fistanio dan Ay Lie memberikan aspirasi menolak rencana perusahaan membayar kewajibannya secara bertahap atau cicilan sesuai kemampuan, karena tidak ada transparansi.

Oleh sebab itu, tak heran apabila pemegang polis curiga bahwa penawaran skema dari pihak perusahaan ini sebenarnya hanya sebagai akal-akalan saja, padahal sebenarnya mereka masih mampu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper