Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan fintech, Alami Group menyebutkan sejumlah transformasi digital yang dilakukan perseroan telah membawa dampak positif buat Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) miliknya, Bank Hijra.
Adapun, Bank Hijra merupakan hasil akuisisi Alami Group terhadap BPRS Cempaka Al Amin yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta pada kisaran 2021. Terkini, Alami Group mencakup entitas tekfin P2P lending syariah PT Alami Fintek Sharia, akselerator pengusaha muslim Arqam, serta lembaga riset Alami Institute.
CEO Alami Group Dima Djani menjelaskan bahwa kesulitan terhadap adopsi teknologi dan digitalisasi layanan merupakan salah satu hambatan kurang berkembangnya BPRS di Tanah Air.
"Padahal sekarang ada perubahan preferensi nasabah dari offline ke online, sehingga bisnis lembaga keuangan itu bergeser dari product-centric menjadi consumer-centric, baik dari sisi produk itu sendiri, sampai akses layanannya," ujarnya dalam diskusi virtual bersama LPPI bertajuk Arah Maju Transformasi Digital BPRS, Minggu (3/7/2022).
Oleh sebab itu, Alami Group terus mengupayakan transformasi digital terhadap Bank Hijra, salah satunya dengan telah mendapat persetujuan aktivitas baru digital mobile banking dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2022.
Sesuai POJK No. 25/2021 tentang Penyelenggaraan Produk BPR/S, fitur yang disetujui OJK pada aplikasi mobile banking Bank Hijra, yaitu produk dasar bagi BPRS.
Baca Juga
"Jadi ada digital onboarding, tabungan wadiah dan pemindahan dana, serta fitur-fitur islami. Ke depan, kami juga memproses perizinan di Bank Indonesia agar bisa menjadi penyedia jasa pembayaran, agar kami bisa transaksi produk PPOB dan lain sebagainya," ungkapnya.
Adapun, Dima menyebut transformasi digital hanyalah satu aspek mengatasi tantangan operasional BPRS. Alami Group sendiri telah memperkuat permodalan Bank Hijra dari sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp15 miliar, dan membuat total aset Bank Hijra sebelumnya hanya Rp8 miliar menjadi Rp92 miliar per Mei 2022.
Alami Group pun mengklaim telah membawa Bank Hijra kembali mencatatkan profit per April 2022, setelah dua tahun belakangan selalu merugi. Hal ini merupakan buah dari pembiayaan yang naik dari Rp5 miliar menjadi Rp70 miliar dan dana pihak ketiga (DPK) dari Rp6 miliar menjadi Rp85 miliar.
"Transformasi digital telah membuat Bank Hijra punya nasabah baru, serta jaringan bisnis yang luas dan beragam. Hal ini positif, karena adopsi digital bisa mengubah tren DPK di industri BPRS saat ini, di mana berdasarkan statistik OJK, dana mahal masih mendominasi dengan rasio rata-rata 60 persen," jelas Dima.
Menurut Dima, kerja sama dengan tekfin P2P lending juga bisa menjadi pintu gerbang industri BPRS di Indonesia berkembang. Antara lain, lewat meningkatan kerja sama channeling dan dukungan credit scoring calon debitur berbasis data tekfin.
Dima juga menyarankan adanya regulasi yang bisa mengakomodasi penggunaan layanan BPR/S sebagai rekening dana lender bagi tekfin P2P lending, serta fleksibilitas pelaksanaan transfer dana via infrastruktur QRIS milik tekfin terhadap platform digital milik BPRS.
Ke depan, Dima melihat potensi BPRS yang bersifat lokal, dekat dengan masyarakat sekitar, dan punya peran mengembangkan pelaku usaha di wilayah operasinya, bisa berkembang apabila mampu menjaga relevansi layanannya lewat adopsi teknologi, terutama agar mulai dikenal generasi Z dan generasi Alpha.
"Walaupun mereka masih SMP atau SMA, awareness mereka terkait teknologi itu sangat tinggi, dan mereka ini konsumen layanan keuangan dalam kurun waktu 3-5 tahun lagi. Jadi jangan sampai generasi ini tidak mengenal BPR atau BPRS, terutama yang berada di dekat rumahnya. Jadi sekarang harus fokus bagaimana peran kita di wilayah operasi itu semakin terasa, supaya tercipta regenerasi nasabah," tutupnya.