Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Heboh Bisnis Asuransi Dapat Rp1 Miliar, PAAI Bicara Soal Kualitas Agen dan Oknum Nakal

Perbaikan kualitas agen asuransi juga memerlukan dorongan regulator selain hanya membahas pendapatan yang mencapai Rp1 miliar.
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2019). Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2019). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Perbaikan kualitas agen asuransi bukan hanya tugas dari setiap perusahaan asuransi, namun juga perlu dorongan regulator melalui penataan beerserikat.

Founder Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) Wong Sandy Surya mengungkap hal tersebut dalam konteks menanggapi tudingan di mana agen asuransi selalu menjadi kambing hitam atas misselling penjualan produk asuransi dikaitkan investasi (PAYDI atau unit-linked). Tudingan kembali mengemuka setelah video viral pendapatan agen mencapai Rp1 miliar.

"Jadi agen harus ada data resminya, dan harusnya OJK [Otoritas Jasa Keuangan] terus menyuarakan agar setiap agen itu mau mengikuti perkumpulan. Harapannya, tidak semua agen asuransi itu dianggap barbar oleh masyarakat," ujarnya kepada Bisnis, Senin (17/10/2022).

Sebagai contoh, PAAI yang kini memiliki sekitar 1.000 anggota aktif pun berkomitmen terus meningkatkan kualitas para agen lewat training rutin bertajuk Fun Friday, menghadirkan pembicara para agen asuransi yang sukses dan juga para praktisi terkait industri asuransi.

Perkumpulan yang akan merayakan hari jadi ke-6 pada Hari Asuransi 18 Oktober 2022 ini juga telah terbukti menjadi jembatan dalam mengakomodasi saran atau keluhan para agen, seperti soal perjuangan mendapatkan keringanan perpajakan, sampai ikut mengadvokasi agen-agen yang kontraknya diputus secara sepihak oleh perusahaan.

"Jadi menurut kami, OJK harus punya keberpihakan juga kepada agen asuransi. Ayo, sama-sama dorong para agen untuk berkumpul, saling meningkatkan kualitas. Karena perlu diketahui juga, agen saat ini tidak tertata dan bisa loncat-loncat, itu juga pengaruh dari kontrak yang berat sebelah dari perusahaan. Kalau sudah begitu, bagaimana bisa melayani kebutuhan pemegang polis secara maksimal?" tambah Sandy.

Pada akhirnya, Sandy berharap agen asuransi tidak lagi menjadi pihak yang paling disalahkan soal polemik unit-linked. Terlebih, sudah terbukti bahwa perusahaan asuransi yang saat ini kolaps pun bukan karena menjual produk unit-linked atau kesalahan agen pemasaran, melainkan akibat pengelolaan internal yang buruk.

Oleh sebab itu, dorongan agar agen asuransi wajib mengikuti perkumpulan resmi harapannya mampu memperbaiki citra agen asuransi sebagai profesi yang berisi para profesional.

Pasalnya, tak jarang kasus agen asuransi yang akhirnya melakukan praktik misselling atau tidak bisa menjelaskan produk unit-linked secara semestinya, merupakan akibat dari rekrutmen secara sembarangan oleh perusahaan asuransi.

"Kasus unit-linked itu masalah oknum. Bukan cuma agen, perusahaan pun bisa jadi oknum. Misalnya, kenapa bisa dibiarkan ada kasus pemegang polis unit-linked cuma bayar 10 tahun, dibilang tidak perlu bayar lagi, atas dasar cuti premi? Padahal jelas-jelas itu memotong porsi investasinya selama polis aktif. Jadi bukan hanya dari agen, bisa jadi ada pembiaran juga dari pihak perusahaan," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper