Bisnis.com, JAKARTA - Setidaknya, 15 emiten bank kecil tengah gencar menjalankan pemenuhan modal inti minimum Rp3 triliun dengan skema rights issue. Lalu bagaimana untuk bank non emiten? Terdapat empat bank kecil yang bukan emiten memiliki modal inti di bawa ketentuan. Mereka harus berjibaku agar tidak disanksi turun kasta jadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank diharuskan memiliki modal inti sebesar Rp3 triliun pada akhir 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa apabila bank tidak mampu memenuhi ketentuan modal inti, OJK menyiapkan sejumlah opsi. Pertama, bank akan dipaksa merger mengacu pada Peraturan OJK (POJK) tentang perintah tertulis, salah satunya agar memastikan ketentuan OJK dipenuhi.
Kedua, OJK akan menerapkan down grading bank untuk jadi BPR. Ketiga, self liquidation atau likuidasi oleh bank yang tidak mampu mencapai modal inti Rp3 triliun.
Untuk itu, bank-bank kecil ini pun gencar mencari cara agar modal intinya sesuai dengan ketentuan OJK.
Berdasarkan catatan Bisnis mengacu pada laporan keuangan per September 2022, ada setidaknya 19 bank di Indonesia yang belum memenuhi ketentuan modal inti. Dari ke-19 bank kecil itu, 15 diantaranya merupakan bank dengan status emiten atau tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Baca Juga
Bank-bank tersebut, antara lain PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR), PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA), PT Bank National Nobu Tbk (NOBU), PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA), PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (BCIC), PT Bank Ganesha Tbk. (BGTG), PT Bank of India Indonesia Tbk. (BSWD), PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP), PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI), PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK), PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), PT Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA), PT Bank Victoria Tbk. (BVIC), PT Bank Maspion Indonesia Tbk. (BMAS), dan PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR).
Mereka pun berupaya mengejar ketentuan modal inti dengan mengandalkan skema rights issue. Bank Oke misalnya telah selesai menjalankan rights issue pada bulan lalu.
“Kita sudah selesai rights issue dan sudah masuk dana setoran modal, kurang lebih Rp500 miliar. Saat ini kita masih menunggu persetujuan OJK untuk dicatat sebagai modal,” ujar Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Menurut Efdinal, dengan penambahan modal hasil dari rights issue itu, Bank Oke kini telah memenuhi ketentuan modal inti dari OJK minimum Rp3 triliun. “Modal inti kita sekarang per akhir Oktober sudah mencapai Rp3,47 triliun,” ujarnya.
Sedangkan, berdasarkan laporan keuangan per September 2022 sebelum rights issue, Bank Oke masih mencatatkan modal inti Rp2,96 triliun.
Bank Ina juga akan menjalankan rights issue pada bulan ini. Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu mengatakan rights issue Bank Ina sudah final. “Tinggal menunggu izin dari OJK,” ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (9/11/2022).
Berdasarkan prospektus di keterbukaan informasi, Bank Ina berencana melakukan rights issue sebanyak-banyaknya 296,85 juta saham dengan nilai nominal Rp100 per saham.
Adapun, harga pelaksanaan yang ditetapkan dalam aksi rights issue ini adalah sebesar Rp3.600–Rp4.200 per saham. Dengan demikian, dana segar yang akan diterima BINA adalah sebanyak-banyaknya Rp1,24 triliun.
Namun, terdapat empat bank kecil yang bukan emiten belum memenuhi ketentuan modal intinya di Indonesia, yakni PT Bank Victoria Syariah, PT Bank Index Selindo, PT Prima Master Bank, dan Bank SBI Indonesia.
Sejumlah bank tersebut mencari cara lain untuk bisa lolos dari ancaman likuidasi dan turun kasta jadi BPR. Bank Victoria Syariah misalnya, telah diakuisisi oleh PT Victoria Investama Tbk. (VICO).
VICO telah menggelontorkan dana sebesar Rp288 miliar untuk mengambil alih saham PT Bank Victoria Syariah. Transaksi ini diharapkan dapat mendukung bisnis VICO sebagai perusahaan holding untuk Victoria Grup dan secara khusus merupakan langkah penyederhanaan struktur organisasi kepemilikan Grup Victoria, serta meningkatkan sinergi dalam grup tersebut.
Dengan demikian, dari segi hukum, maka VICO akan menjadi pemegang saham Bank Victoria Syariah dengan kepemilikan saham 80 persen.
Bank Victoria Syariah sendiri per September 2022 baru mempunyai modal inti Rp265,79 miliar.
Selain itu, ada Bank Index yang masih mencatatkan modal inti Rp2,09 triliun per kuartal III/2022. Bank telah mendapatkan suntikan modal dari Grup Modalku dengan nominal tak disebutkan.
Pihak lain yang terlibat dalam investasi ke Bank Index adalah Carro, platform jual-beli mobil yang notabene dekat dengan Modalku karena sama-sama disuntik investasi SoftBank Vision Fund 2.
Kemudian, Bank Prima Master yang baru memiliki modal Rp257,39 miliar per kuartal III/2022.
Bank Prima juga dalam beberapa tahun terakhir, cukup sering dikabarkan akan diakuisisi oleh pihak asing. Menurut laporan DealStreetAsia, perusahaan finansial teknologi (fintech) asal China yakni Jianpu Technology Inc. disebut sudah dalam tahap pembicaraan untuk mengakuisisi sebagian saham dari Bank Prima.
Lalu, Bank SBI Indonesia yang masih membutuhkan modal inti sekitar Rp900 miliar hingga akhir tahun ini. Sebab, bank hanya mempunyai modal inti Rp2,12 triliun per September 2022. Bank asal India ini dikendalikan oleh State Bank of India (SBI) dengan kepemilikan mencapai 99,34 persen.