Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waduh! Tumpukan Kredit Bermasalah Pay Later Meroket

Pertumbuhan kredit bermasalah layanan paylater jauh lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan kredit baru.
Ilustrasi sistem pembayaran dengan metode Paylater/Freepik
Ilustrasi sistem pembayaran dengan metode Paylater/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pefindo Biro Kredit (IdScore) mencatat rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) layanan buy now pay later (BNPL) dengan tunggakan lebih dari 30 hari pada BNPL mencapai 13,1 persen pada Agustus 2022. Secara total, pinjaman yang menunggak naik 222,92 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy)

Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu menilai hal tersebut perlu menjadi perhatian dan penyelenggara BNPL perlu memperkuat mitigasi risiko menggunakan berbagai informasi untuk menilai profil debitur. 

“Yang perlu diwaspadai adalah kenaikan NPL [nonperforming loan] di industri ini kareba bunga yang tinggi dan kemudahan mendapatkan pinjaman dari BNPL,” katanya kepada Bisnis, Kamis (17/11/2022).

Selaras dengan tingkat kredit bermasalah, total pinjaman kredit pay later melesat 98,83 persen yoy, mencapai Rp3,1 triliun.

“Pada periode yang sama, total pinjaman kredit baru pada produk BNPL mencapai Rp0,3 triliun atau 3 kali lebih tinggi dibandingkan pinjaman baru pada produk kartu kredit,” terangnya.

Bila dibandingkan dengan kartu kredit, layanan serupa, produk pay later mencatat pertumbuhan 6,2 kali lebih tinggi. 

Lebih lanjut, Yohanes mengatakan bahwa pemain paling banyak adalah datang dari ranah financial technology atau fintech dan multifinance. Pemain-pemain tersebut juga didukung oleh perbankan sebagai channeling untuk BNPL. Sementara itu, dari jenis pinjaman, ungkap Yohanes, BNPL banyak digunakan untuk kegiatan konsumtif.

Adapun berdasarkan pelaporan data yang dihimpun IdScore, Yohanes menyampaikan debitur produk BNPL berusia 21–30 tahun sebanyak 53,54 persen pada pelaporan Agustus 2022. Sementara itu, jika dilihat dari suku bunga, ungkap Yohanes, kebanyakan debitur memakai produk dengansuku bunga kurang dari 5 persen dan menyusul di belakangnya suku bunga 15–30 persen. 

Kendati dibayangi tumpukan kredit bermasalah di tengah ancaman resesi global, Yohanes masih optimistis skema bisnis BNPL masih prospektif. Rasa optimistis itu tercermin dari banyaknya masyarakat Indonesia yang membutuhkan pinjaman namun belum memiliki akses ke layanan jasa keuangan konvensional.

“Masih optimis [bisnis BNPL masih prospektif] karena resesi global tidak serta langsung berdampak ke pertumbuhan kredit di Indonesia,” kata Yohanes 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper