Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Kantongi Anggaran Rp6 Triliun tapi Kasus Pinjol Masih Bermunculan, Ini Kata DPR

Kasus pinjol yang menyasar korban mahasiswa IPB diharapkan bisa dijadikan pelajaran bagi OJK.
Tersangka penipuan dan penggelapan, SA (29), dihadirkan saat konferensi pers di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/11/2022) - ANTARA/M Fikri Setiawan.
Tersangka penipuan dan penggelapan, SA (29), dihadirkan saat konferensi pers di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/11/2022) - ANTARA/M Fikri Setiawan.

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad melihat kasus penipuan yang mengakibatkan ratusan mahasiswa terjerat pinjaman online (pinjol) juga merupakan cerminan kegagalan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut politisi Gerindra itu, kasus tersebut harapannya menjadi pijakan bagi OJK untuk lebih memperkuat tiga aspek, yaitu edukasi dan sosialisasi kepada anak muda, masih lemahnya fungsi penyidikan dan penindakan, serta perlindungan konsumen.

"Kegagalan inilah yang harus menjadi perhatian OJK dalam meningkatkan literasi ke depan," ujarnya dalam acara Polemik 'Darurat Kejahatan Investasi Online' secara virtual, Sabtu (19/11/2022).

Adapun, terkait lemahnya penyidikan dan penindakan, Kamruss menekankan jangan sampai OJK sebagai lembaga yang pendanaannya berasal dari pungutan terhadap industri jasa keuangan, membuatnya sulit memberikan punishment terhadap para perusahaan.

Misalnya, dalam konteks industri pinjol, Kamrussamad melihat OJK seharusnya tidak ragu untuk terus bergerak menindak platform-platform pinjol yang merugikan masyarakat, termasuk dari platform pinjol legal.

"Harusnya OJK sudah punya big data, jangan-jangan layanan pinjol ilegal itu berasal dari satu pemodal yang sama, dengan menggunakan banyak gateway atau marketing yang berbeda," tambahnya.

Alhasil, menurut Kamrussamad, pungutan uang OJK terhadap para pelaku industri keuangan yang berkisar Rp6 triliun setiap tahun, harus dioptimalkan untuk memperkuat tiga aspek yang masih kurang tersebut.

Adapun, Pakar Hukum Investasi Kukuh Komandoko sepakat bahwa fungsi edukasi dan sosialisasi OJK memang masih lemah. Namun, Kukuh melihat fungsi ini memang tidak mudah untuk dijalankan OJK sendirian.

"Harusnya ini sudah masuk edukasi yang bukan hanya tanggung jawab OJK. Saya pun khawatir, kasus-kasus sekarang banyak menyasar mahasiswa di perguruan tinggi. Artinya, literasi keuangan mereka itu tidak dibarengi dengan literasi terkait kebutuhan ekonomi," tambahnya.

Turut hadir Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) sekaligus Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing menekankan bahwa salah satu tantangan berasal dari koordinasi lintas sektor, karena tidak semua penipuan-penipuan terkait keuanhan berada dalam lingkup industri keuangan.

"Misalnya yang di Bogor itu bukan jasa keuangan, karena modusnya online trading, marketplace yang tentu ada otoritas tersendiri yang mengawasi. Memang kalau areanya tentang uang, orang selalu bilang OJK, padahal tidak semua inti masalahnya dari platform industri keuangannya," jelas Tongam.

Oleh sebab itu, Tongam melihat bahwa peningkatan edukasi dan sosialisasi yang paling penting saat ini bukan hanya soal literasi keuangan, namun juga literasi digital. OJK bersama SWI pun berupaya terus menyuarakan budaya jangan asal klik tautan mencurigakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper