Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan penyebab premi asuransi jiwa mengalami konstraksi sebesar –6,45 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada periode November 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan bahwa premi asuransi jiwa berkontribusi sebesar Rp173,33 triliun dari total pendapatan premi asuransi yang mencatatkan nilai sebesar Rp280,24 triliun pada November 2022.
“[Premi asuransi] jiwa itu terkontraksi 6,45 persen [year-on-year] hal ini disebabkan karena kita sudah mengeluarkan SEOJK 05/2022, di mana kita mengkoreksi mengenai proses penjualan daripada unit-linked yang sekarang lebih ketat dan ini kita lakukan aturan baru dan pemberlakuan itu nanti akan efektif pada Maret 2023,” kata Ogi dalam paparan hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Desember 2022 secara daring, Senin (2/1/2023).
Adapun, SEOJK atau Surat Edaran OJK 05/2022 sendiri merupakan beleid yang mengatur tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), di mana salah satunya perusahaan yang memasarkan PAYDI harus memiliki aktuaris, tenaga pengelola investasi, sistem informasi yang memadai untuk mendukung kegiatan pengelolaan PAYDI, dan sumber daya yang mampu mendukung pengelolaan PAYDI.
Selain itu, perusahaan yang baru pertama kali memasarkan PAYDI harus memenuhi ketentuan modal sendiri, yakni sebesar Rp250 miliar bagi perusahaan asuransi konvensional dan Rp150 miliar bagi perusahaan asuransi syariah
Berbeda dengan premi asuransi jiwa, Ogi menuturkan bahwa premi asuransi umum dan reasuransi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 14,06 persen yoy menjadi Rp106,91 triliun. Alhasil, pendapatan premi yang berasal dari asuransi jiwa, asuransi umum, dan reasuransi termasuk konvensional dan syariah mencapai Rp280,24 triliun atau tumbuh tipis 0,44 persen yoy.
Baca Juga
“Kami berharap bahwa pertumbuhan premi asuransi di tahun 2023 akan terus meningkat karena potensi pertumbuhan ekonomi kita pasca pandemi masih bagus di atas 5 persen,” ujarnya.
Selain didukung oleh potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, Ogi mengungkapkan bahwa tingkat penetrasi asuransi Indonesia juga masih cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Artinya, masih banyak peluang pertumbuhan asuransi dan banyaknya aktivitas bisnis, baik itu secara perusahaan maupun individual yang belum di-cover dengan asuransi dan ini akan cenderung menjadi kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyebutkan belum dapat menyampaikan penyebab turunnya premi di dalam industri seperti yang disampaikan OJK. Menurutnya, AAJI akan terlebih dahulu melakukan pengumpulan data untuk dianalisa sehingga mengetahu penyebab penurunan premi.
"Namun kalau mengacu kinerja Q3/2022, lebih dikarenakan adanya perubahan pada nasabah, yang tadinya lebih suka premi tunggal (sekali bayar) ke premi reguler (bayar dalam jangka panjang). Jadi bisa dibilang banyak nasabah sekarang menyadari asuransi jiwa itu adalah produk jangka panjang. Penyebab lainnya adalah karena adanya penyesuaian dengan aturan unit linked terbaru," katanya.