Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini kembali memacu Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memperkuat struktur permodalan hingga 2024.
Berlandaskan Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, OJK mewajibkan bank memiliki modal inti paling sedikit Rp3 triliun hingga akhir 2022 Sementara BPD diberikan tenggat waktu hingga Desember 2024.
"Berdasarkan pengamatan OJK, BPD memerlukan terobosan-terobosan kebijakan untuk melakukan banyak perbaikan supaya kinerja BPD memberikan sumbangan terhadap perekonomian daerah dapat semakin meningkat," jelas Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae pada Senin (2/1/2023).
Seakan langsung menjawab hal tersebut, PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Utara mengumumkan telah mengantongi persetujuan awal untuk menggelar IPO dari OJK pada 3 Januari 2023.
Direktur Keuangan dan Teknologi Informasi Bank Sumut Arieta Aryanti menyatakan pelepasan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi upaya untuk meningkatkan kinerja dan aset bank milik masyarakat Sumatra Utara ini. Lantas, benarkah IPO dapat dijadikan alternatif yang tepat dalam memacu pertumbuhan modal inti?
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menuturkan bahwa "IPO memang salah satu upaya [yang bisa dipilih] untuk memenuhi ketentuan modal. Tetapi apakah IPO tersebut akan benar-benar berhasil memenuhi target modal belum bisa dipastikan. Masih sangat bergantung kepada kinerja bank BPD yang bersangkutan," jelas Piter kepada Bisnis pada Kamis (4/1/2023).
Baca Juga
Dengan demikian, Piter menambahkan bahwa tidak semua BPD dapat memenuhi persyaratan untuk melakukan IPO.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin membeberkan bahwa secara empiris, kinerja harga saham beberapa BPD pasca-IPO memang tak luput diselimuti oleh sejumlah tantangan.
"Namun kalau saat ini kita lihat dari euforianya, kalau BPD ditargetkan memiliki modal inti yang cukup besar di tahun 2024 nanti, maka ini akan mengtriger [menggerakkan] BPD lain untuk melakukan hal yang sama," pungkas Amin.
Amin menambahkan, adapun strategi yang dapat dipilih diantaranya dengan menggandeng investor dalam bentuk strategic partnership sehingga nantinya BPD terkait akan mendapat gambaran utuh setelah kemudian di lepas di pasar modal.
Pada kesempatan berbeda, Otoritas Jasa Keuangan tengah memang tengah menyusun regulasi terkait dengan konsolidasi BPD. Salah satu strategi yang diterapkan OJK adalah mendorong BPD membentuk kelompok usaha bank (KUB).
Melalui skema KUB ini, nantinya bank-bank kecil yang bernaung di dalam satu bank besar sebagai induknya dimungkinkan hanya cukup memenuhi modal inti minimum Rp1 triliun. Sejalan dengan hal tersebut, Piter menekankan asumsinya bahwa strategi yg paling realistis bagi BPD untuk memperkuat struktur permodalan sebenarnya adalah dengan melakukan KUB.
"Tetapi KUB sesungguhnya bukan hanya untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum, tetapi untuk bersinergi dan meningkatkan daya saing," tutup Piter.