Bisnis.com, JAKARTA — Platform peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) menyambut baik rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah mengatur ulang batas maksimum pendanaan fintech P2P lending kepada penerima pinjaman (borrower).
Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan bahwa atur ulang batas maksimum pendanaan di industri fintech P2P lending merupakan langkah yang positif. Sebab, menurut Ivan, usaha menengah membutuhkan dukungan modal kerja sampai dengan Rp10 miliar.
“Kalau kita lihat definisi usaha menengah itu usaha yang punya ekuitas [modal] sampai Rp10 miliar dan penjualan per tahun sampai Rp50 miliar. Tentu usaha dengan size ini butuh support modal kerja lebih dari Rp2 miliar,” kata Ivan kepada Bisnis, Kamis (18/5/2023).
Lebih lanjut, Ivan mengungkapkan bahwa peningkatan batas maksimum pendanaan dari Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar merupakan suara dari para pelaku industri dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) beberapa tahun terakhir.
“Permintaan ini dari borrower ada banyak, salah satunya karena kebutuhan mereka untuk mendukung modal kerja,” ujarnya.
Sebelumnya, OJK menyatakan tengah mengkaji ulang batas maksimum pendanaan fintech P2P lending Rp2 miliar kepada penerima dengan menyusun Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK).
Baca Juga
Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Bambang W. Budiawan menilai batas maksimum pendanaan fintech senilai Rp2 miliar untuk sektor konsumtif terlalu besar dan dirasa lebih pas apabila sekitar Rp500 juta.
“Ke depan, angka Rp2 miliar kepada borrower itu harus di-review [dikaji] kembali, karena kalau kita bayangkan untuk konsumtif hanya Rp2 miliar, itu terlalu besar. Jadi coba kita atur, misalnya untuk multiguna, consumption loan, cash loan itu mungkin Rp500 juta [pendanannya] lebih pas, mungkin ya, kita coba nanti lihat,” kata Bambang saat ditemui usai acara Fintech Policy Forum yang diselenggarakan Indonesia Fintech Society (IFSoc) di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Di sisi lain, lanjut Bambang, batas maksimum penyaluran pendanaan pemain fintech ke sektor produktif yang hanya Rp2 miliar dinilai tidaklah cukup. OJK menilai batas pendanaan ke sektor produktif bisa mencapai Rp10 miliar.
“Sekarang kalau yang produktif, apakah itu cukup untuk Rp2 miliar? Menurut saya, nggak [cukup]. Jadi kami amati untuk [pendanaan ke sektor] produktif bisa di atas Rp2 miliar, bisa Rp3 miliar — Rp5 miliar, atau Rp5 miliar — Rp10 miliar bahkan,” tuturnya.
Untuk diketahui, batas maksimum pendanaan di industri fintech diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi. Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa batas maksimum pendanaan fintech kepada setiap penerima dana adalah sebesar Rp2 miliar.