Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai langkah sejumlah anggotanya masih menghentikan sementara penjualan unit-linked sebagai strategi bisnis. Diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengizinkan penjualan produk tersebut dijual dengan disesuaikan aturan baru.
Aturan tersebut yakni Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) yang efektif pada Maret silam.
Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI, Fauzi Arfan mengatakan bahwa pihaknya percaya aturan tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada nasabah ketika memilih produk unit-linked.
Namun apabila masih ada perusahaan yang memilih untuk belum menjualnya kembali, dia menilai sebagai strategi masing-masing perusahaan.
“Setiap perusahaan tentunya memiliki strateginya masing-masing yang tentunya tidak hanya untuk memenuhi ketentuan OJK, tetapi juga dapat menjawab kebutuhan nasabahnya,” kata Fauzi kepada Bisnis, Selasa (23/5/2023).
Diberitakan sebelumnya, PT Perta Life Insurance (PertaLife Insurance) masih menghentikan sementara atau moratorium penjualan produk unit-linkednya. Direktur Pemasaran Pertalife Insurance Haris Anwar mengatakan berdasarkan evaluasi perusahaan, produk unit-linked menimbulkan banyak potensi yang tidak begitu menguntungkan.
Baca Juga
“Baik itu buat kami sebagai pengelola maupun nasabah, sehingga spesifikasi produknya perlu kami perbaiki,” kata Haris dalam acara Halabihalal dan Konferensi Pers Kinerja Pertalife Insurance Tahun Buku 2022 di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Meskipun belum memasarkan kembali produk unit-linked milik perusahaan, Haris memastikan pihaknya mengikuti arahan OJK untuk menyesuaikan produk unit-linked miliknya dengan SEOJK Nomor 5 Tahun 2023.
Adapun beberapa hal yang disesuaikan di antaranya masa tunggu, cuti premi, dan bagaimana proses penjualannya.
Haris menambahkan penjualan unit-linked selama ini melalui agen atau sifatnya individual. Dengan demikian, secara biaya paling banyak diambil oleh agen, sehingga ini juga mempengaruhi pengembangan investasinya. Berdasarkan pengamatan perusahaan, hasil investasinya pun tidak begitu menggembirakan.
“Karena banyak dari premi yang diterima itu dipotong di depan, dan untuk pengembangan itu sisanya. Nah ini yang menjadi isu utama, dan kita sedang berpikir bagaimana merubah ini. Merubah strategi pemasarannya tidak lagi melalui intermandiri yang costly, salah satunya dengan melalui platform digital,” papar Haris.
Kendati demikian, Haris menambahkan efektif atau tidaknya strategi tersebut pun masih menjadi pekerjaan rumah untuk PertaLife. Dia memahami bahwa produk unit-linked dibutuhkan oleh nasabah.
Namun pihaknya masih ragu terkait dengan pemahaman nasabah terhadap unit-linked hingga rasionalitas pengambilan keputusan kala membeli. Pasalnya dia menilai masih banyak calon nasabah yang memiliki pemahaman yang salah kaprah terkait unit-linked.
“Produk ini dianggap sebagai investasi padahal ini produk proteksi. Kalau mau investasi ya jangan beli produk unit-linked, belinya reksadana. Tapi kalau mau cari proteksi yang ada unsur investasinya, ya unit-linked jawabannya,” kata dia.
Ke depan, lanjut Harus pihaknya pun akan merubah strategi pemasaran. Namun memang untuk saat ini PertaLife masih menggodok lagi bagaimana yang pas.
“Supaya lebih tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah seperti sebelumnya,” pungkasnya.