Bisnis.com, JAKARTA— PT Asuransi BRI Life menilai kenaikan modal perusahaan asuransi harus diikuti dengan pengawasan lebih ketat. Seperti diketahui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok kenaikan batas modal perusahaan asuransi dan reasuransi. Batas modal akan dinaikan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026. Batas modal perusahaan asuransi naik bertahap menjadi Rp1 triliun pada 2028.
Direktur Utama BRI Life Iwan Parsila mengatakan bahwa rencana tersebut merupakan hal yang baik. Terutama untuk mendorong pengelolaan yang lebih baik, karena apabila modal besar maka seharusnya dikelola dengan lebih hati-hati. Namun demikian, lanjut Iwan, untuk mendorong pengelolaan yang lebih hati-hati tidak bisa hanya dengan menaikkan modal saja.
“Harus didukung dengan pengawasan yang lebih dinamis dari regulator, tidak statis hanya dari laporan,” kata Iwan kepada Bisnis, Selasa (6/6/2023).
Iwan menambahkan banyak hal yang bisa dilakukan dalam kewenangan regulator untuk mendorong pengawasan yang dinamis ini atau hal-hal sederhana yang bisa mendorong pengelolaan yang lebih baik dari perusahaan asuransi. Iwan pun memastikan bahwa sampai dengan akhir Maret 2023, ekuitas BRI Life masih aman. Bahkan melampui aturan yang rencananya yang akan diterapkan OJK yakni Rp8,5 triliun.
“Jadi sangat kuat dan lebih dari cukup untuk menopang pertumbuhan usaha ke depan,” katanya.
Iwan pun mengatakan untuk menaikan batas modal memang harus menambah modal perusahaan. Selain itu perusahaan asuransi perlu memastikan model usaha dapat mendukung minimum ekuitas.
Baca Juga
Ini artinya pertumbuhan usaha ke depan tidak membutuhkan modal signifikan yang dpt mengurangi ekuitas perusahaan di bawah minimum yg dipersaratkan. Adapun cara lain menurut Iwan adalah dengan merger.
“Namun hal ini tentu tidak mudah melihat pengalaman yang sudah ada di industri perbankan,” katanya.
Sebelumnya, OJK disebut bakal menaikkan batas ekuitas modal minimum perusahaan asuransi menjadi Rp1 triliun pada 2028. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan otoritas tengah mengkaji (review) terhadap aturan tersebut.
Kebijakan ini dilakukan lantaran modal minimum yang diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) 67/2016 dinilai terlalu rendah dibandingkan dengan risiko usaha bisnis yang dijalankan perusahaan asuransi.
Secara umum, Ogi merinci saat ini ekuitas minimum untuk perusahaan asuransi adalah Rp100 miliar, perusahaan reasuransi Rp200 miliar, asuransi syariah sebesar Rp50 miliar, dan reasuransi syariah mencapai Rp100 miliar.
“Oleh karena itu, kita akan melakukan perubahan POJK 67/2016 yang sekarang memang sedang kita edarkan [terkait rancangan POJK] ke asosiasi dan pelaku usaha jasa keuangan [PUJK] untuk mendapatkan respons,” kata Ogi dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan April 2023.
Ke depan, OJK meminta pandangan dari asosiasi dan PUJK agar modal minimum perusahaan asuransi ditingkatkan secara bertahap. Dengan rincian modal disetor perusahaan asuransi akan dinaikkan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026, dan menjadi Rp1 triliun pada 2028.
“Dan saat ini sudah banyak perusahaan asuransi yang sudah memenuhi syarat minimum Rp500 miliar,”katanya.
Selanjutnya, untuk batas ekuitas modal minimum perusahaan reasuransi konvensional dari Rp200 miliar menjadi Rp1 triliun pada 2026, dan Rp2 triliun di 2028.
Diikuti dengan perusahaan asuransi syariah dari Rp50 miliar menjadi Rp250 miliar di 2026, dan Rp500 miliar pada 2028. Sementara itu, untuk perusahaan reasuransi syariah dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar di 2026 dan Rp1 triliun pada 2028.
“Tentunya kita menunggu respons balik dari asosiasi dan juga perusahaan asuransi itu sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ogi menyampaikan bahwa untuk perusahaan asuransi yang baru mendapatkan izin dari OJK akan disyaratkan untuk memiliki modal disetor minimum lebih tinggi dari perusahaan eksisting.
Untuk perusahaan yang baru mendapatkan izin, modal disetor perusahaan asuransi mencapai Rp1 triliun. Berikutnya, perusahaan reasuransi konvensional sebesar Rp2 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp500 miliar, dan perusahaan reasuransi syariah menjadi Rp1 triliun.