Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Salah Kaprah soal Asuransi di P2P Lending, OJK Beri Penjelasan

Setiap individu yang berpartisipasi di dalam fintech P2P lending harus sudah paham aturan main di industri ini, termasuk risiko gagal bayar.
Acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023)/Bisnis- Rika Anggraeni
Acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023)/Bisnis- Rika Anggraeni

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait mekanisme asuransi penjaminan di dalam layanan financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending.

Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono mengatakan bahwa asuransi penjaminan di P2P lending masih menjadi tugas bersama, baik regulator hingga asosiasi.

“Mekanisme asuransi juga masih menjadi PR kami, mungkin kita coba untuk bekerja sama dengan asosiasi, kita lagi bicara,” kata Triyono dalam acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023).

Oleh karena itu, Triyono menuturkan bahwa otoritas bersama dengan asosiasi fintech akan mengadakan diskusi lebih lanjut terkait mekanisme asuransi penjaminan di industri fintech.

“Kita coba mungkin [lakukan] FGD [forum grup diskusi]  untuk melakukan kajian bagaimana mekanisme asuransi di dalam penjaminan P2P lending, walaupun banyak yang salah kaprah,” ujarnya.

Triyono menjelaskan bahwa setiap individu yang berpartisipasi di dalam fintech P2P lending harus sudah paham aturan main di industri ini, termasuk risiko gagal bayar.

“Karena kalau tidak mengerti risiko, ujung-ujungnya akan banyak kejutan [tak terduga, seperti gagal bayar],” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan bahwa pemain fintech P2P lending dapat bekerja sama dengan asuransi penjaminan untuk memitigasi risiko.

Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi pada Pasal 35 ayat (4) huruf e menyebutkan bahwa kegiatan memfasilitasi mitigasi risiko bagi penggunaan terkait memfasilitasi pengalihan risiko atas objek jaminan, jika ada objek jaminan.

“Yang dimaksud dengan pengalihan risiko atas objek jaminan adalah mengasuransikan objek jaminan,” demikian penjelasan Pasal 35 ayat (4) huruf e.

Selain itu, lanjut isi beleid, mitigasi risiko lain yang dapat dilakukan antara lain ketika terdapat agunan dalam perjanjian pendanaan antara pemberi dana dan penerima dana, penyelenggara melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki kewenangan untuk menampung atau menyimpan objek jaminan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Tetapi tidak menyebutkan bahwa asuransi penjaminan itu sebagai jaminan atas pendanaan tersebut. Jadi itu harus lebih spesifik lagi,” kata Adrian.

Adrian menyatakan bahwa ada rencana di industri untuk membahas terkait asuransi khusus di fintech lending, agar asuransi tidak menjadi moral hazard (adanya kemungkinan peminjam sengaja tidak membayar pinjaman).

“Asuransi tetap tidak bisa menjadi penjamin, jadi hanya untuk bantalannya, harus tetap melihat transaksi pinjam meminjamnya saja sebagai basis,“ pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper