Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki jurus untuk menjaga arus kas agar tetap surplus, di tengah membengkaknya penyakit berbiaya katastropik mencapai Rp24,05 triliun pada 2022.
Adapun, penyakit jantung menjadi penyakit berbiaya katastropik terbesar yang harus ditanggung BPJS Kesehatan. Nominalnya mencapai Rp12,14 triliun sepanjang 2022.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan salah satu ramuan yang dilakukan BPJS Kesehatan adalah dengan memperkuat upaya promosi, pretensi, skrining, dan konsultasi.
Ghufron menjelaskan bahwa upaya ini terutama dilakukan untuk penyakit yang berbayar katastropik, seperti penyakit jantung, kanker, hingga diabetes.
“Kami juga memperkuat tim dan sistem deteksi fraud, sera utilization review,” kata Ghufron kepada Bisnis, Rabu (28/6/2023).
Ghufron menambahkan bahwa BPJS Kesehatan turut melakukan inovasi dalam penguatan tim kendali biaya dan kendali mutu.
Sama halnya dengan sistem koleksi iuran dan inovasi pendanaan masyarakat peduli Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terus diperkuat.
“Kami juga mengimplementasikan Inpres Nomor 1 Tahun 222 tentang optimalisasi program JKN, meningkatkan engagetment, dan kerja sama dengan stakeholders,” tuturnya.
Selain penyakit jantung, kanker menjadi penyakit peringkat kedua dengan dana yang dirogoh BPJS Kesehatan sebesar Rp4,5 triliun dengan 3,14 juta kasus.
Mengekor penyakit stroke dengan biaya yang ditanggung sebesar Rp3,23 triliun, gagal ginjal senilai Rp2,15 triliun, dan penyakit hemofilia mencapai Rp650 miliar pada 2022.
BPJS Kesehatan juga mencatat penyakit talasemia menelan biaya hingga Rp615 miliar dengan 305.269 kasus. Begitu pula dengan biaya leukemia mencapai Rp429 miliar dan penyakit sirosis hati sebesar Rp330 miliar.