Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mencatatkan rasio kredit berisiko (loan at risk/LaR) perseroan per Juni 2023 berada pada level 16,1 persen.
Angka ini turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 19,6 persen. Semakin kecil nilai LaR menunjukkan terjaganya kualitas pembiayaan yang disalurkan bank.
Loan at risk merupakan indikator risiko kredit yang disalurkan yang terdiri atas kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Direktur Finance BNI Novita Widya Anggraini menyebut perbaikan rasio LAR terjadi konsisten pada ketiga aspek tersebut. NPL BNI per Juni 2023 pada level 2,5 persen, atau membaik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,2 persen.
“Sementara itu, total kredit lancar yang direstrukturisasi juga membaik 270 bps menjadi 9,3 persen seiring dengan berjalannya skema restrukturisasi kredit dan pulihnya bisnis debitur,” ujarnya dalam Konferensi Pers, Selasa (25/7/2023).
Dia melanjutkan, BBNI saat ini akan tetap melakukan perbaikan kualitas aset yang diimbangi dengan penyediaan pencadangan pada level yang kuat untuk mengantisipasi risiko.
Baca Juga
Tercatat, rasio pembentukan beban CKPN terhadap total kredit atau credit cost pada semester pertama 2023 sebesar 1,4 persen, angka ini menurun 70 bps dibandingkan credit cost yang dibentuk periode yang sama tahun lalu sebesar 2,2 persen.
Dirinya menyebut, meski credit cost yang dibentuk lebih rendah dibanding tahun lalu, akan tetapi BNI berpandangan hal ini sudah memadai untuk mengcover kebutuhan penambahan CKPN bagi para debitur yang masih dalam perhatian khusus.
“Kami optimis ekspansi kredit yang lebih tinggi di semester kedua tahun ini, akan tetap berkorelasi positif pada kualitas kredit yang semakin baik. Kami menargetkan rasio kredit NPL untuk terus turun hingga akhir 2023,” tutupnya.
Di sisi lain, kinerja fungsi intermediasi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan pertumbuhan ini ditopang oleh sejumlah segmen.
Mulai dari segmen korporasi swasta Blue Chip dengan portofolio-nya mencapai Rp239,3 triliun yang diikuti oleh segmen enterprise dengan portofolio Rp 52,1 triliun.
Tak hanya itu, segmen konsumer pun membukukan kinerja di secured segmen seperti griya dan payroll loan dengan pertumbuhan mencapai 11,7 persen secara tahunan menjadi Rp 116,4 triliun.
"Kinerja kredit ini didukung dengan loan yield yang baik sekaligus kompetitif. Hal ini menjadikan kami terus mampu memfasilitasi kebutuhan ekspansi, sekaligus akuisisi debitur baru sebagai basis pertumbuhan ke depan,” ujarnya.
Novita menyebut, dari sisi komposisi likuiditas, upaya BNI untuk menumbuhkan basis nasabah aktif pun tetap menjadi fokus bisnis ke depan.
Pasalnya, penambahan ini akan memperkuat basis likuiditas, khususnya pada CASA yang di pertengahan tahun ini mampu dijaga pada posisi 69,6 persen terhadap total DPK.
Rasio CASA ini, membawa Perseroan pada pencapaian Cost of Fund yang terjaga di posisi 1,98 persen.
“Dengan berbagai tantangan dalam penghimpunan likuiditas, BNI tetap dapat menjaga posisi likuiditas yang baik. Upaya perbaikan kualitas kredit, melalui monitoring, penanganan, dan kebijakan perseroan sejauh ini telah berjalan cukup efektif,” sebutnya.