Bisnis.com, JAKARTA – Transformasi digital di sektor perbankan melaju kencang pasca pandemi Covid-19 namun terdapat sejumlah tantangan yang menyertai di tengah pesatnya adopsi teknologi itu.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2014-2019 yang juga Ketua Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Rudiantara mengatakan digitalisasi di Indonesia berkembang pesat. Berdasarkan riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital di Indonesia pada 2022 mencapai US$77 miliar, tumbuh 22 persen secara tahunan (year on year/yoy). Nilai ekonomi digital itu kemudian akan naik menjadi US$130 miliar pada 2025 dan menjadi US$220 miliar hingga US$360 miliar pada 2030. Perkembangan digitalisasi ini ditopang oleh ekosistem mulai dari network, device, hingga apps.
“Namun, yang menarik ini apps. Dia tumbuh pesat,” katanya dalam acara talkshow bertajuk Challenges of Accelerating Digital Transformation for Indonesia’s Economic Growth pada Rabu (26/7/2023) di Jakarta.
Digitalisasi pun berkembang pesat di sektor perbankan. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) nilai transaksi digital banking tercatat Rp13.827 triliun pada Juni 2023, tumbuh sebesar 11,6 persen yoy.
Bank pun berlomba-lomba mengembangkan layanan digital mereka, seperti melalui otomasi hingga aplikasi. Managing Director Hewlett Packard Enterprise Indonesia Michael Thiotrisno mengatakan bank pun kian masif menggunakan sejumlah teknologi terbarukan dalam operasinalnya. Di antara teknologi yang digunakan adalah komputasi awan (cloud).
“Kami melihat banyak pertumbuhan public cloud di Indonesia. Generatif AI [artificial intelligence] juga telah berkembang di industri finansial,” ujarnya.
Baca Juga
Wakil Presiden Direktur BCA Gregory Hendra Lembong mengatakan transformasi digital juga terjadi di BCA. Menurutnya, 99,7 transaksi di BCA sudah dijalankan melalui kanal digital, seperti mobile banking. Hanya 0,3 persen saja transaksi dijalankan di kantor cabang.
BCA juga mencatat volume transaksi di kanal mobile banking tumbuh pesat 44 persen yoy pada paruh pertama tahun ini. Frekuensi transaksi QRIS juga naik 4,2 kali lipat secara tahunan.
Namun, menurutnya ada sejumlah tantangan yang dihadapi dari masifnya transformasi digital itu. Pertama, infrastukur digital seperti ketersediaan base transceiver station (BTS) yang masih belum merata. “Transaksi QRIS berkembang pesat, tapi dia bisa jalan kalau ada sinyal," ujar Lembong.
Tantangan selanjutnya yakni masalah keamanan siber. “Tahun lalu banyak terjadi social engineering. Ada penipuan biaya admin hingga penipuan untuk masuk jadi nasabah prioritas. Itu banyak semua yang kena, dikasih semua datanya,” ujar Lembong.
Direktur Technology & Operations BNI Toto Prasetio mengatakan tantangan lainnya dari pesatnya digitalisasi adalah kebutuhan akan talenta digital. Sementara itu, Indonesia masih mengalami defisit talenta digital. “Sekarang ini perbankan itu rebutan orang [talenta digital]. Ini jadi poin penting,” ujarnya.
BNI sendiri telah mencatakan pertumbuhan pesat layanan digitalnya. Jumlah pengguna BNI Mobile Banking pada semester I/2023 mencapai 14,9 juta. Sementara nilai transaksi di BNI Mobile Banking mencapai Rp544 triliun, dengan jumlah transaksi lebih dari 460 juta.