Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pengamat memandang aksi korporasi merger yang dilakukan unit usaha syariah (UUS) asuransi dapat menjadi opsi memperkuat permodalan di industri asuransi syariah.
Dalam peraturan teranyar, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pemisahan Unit Syariah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (POJK 11/2023), mewajibkan UUS asuransi dan reasuransi untuk melakukan pemisahan (spin-off) paling lambat 31 Desember 2026.
Dalam ketentuan terbaru, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah wajib menyampaikan perubahan rencana kerja spin-off unit syariah kepada OJK untuk mendapatkan persetujuan paling lambat 31 Desember 2023.
Regulasi yang ditetapkan pada 11 Juli 2023 itu juga mengamanatkan OJK dapat meminta pemisahan unit syariah menjadi perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah dalam rangka konsolidasi perasuransian.
Praktisi Asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Barkah Taim mengatakan bahwa dalam hal spin-off UUS asuransi, terdapat pilihan mengalihkan portofolio ke perusahaan asuransi syariah atau mendirikan perusahaan asuransi syariah.
Abitani menyampaikan pendirian asuransi syariah bisa atas modal sendiri atau modal patungan dari dua atau lebih UUS yang di merger menjadi satu perusahaan asuransi syariah.
Baca Juga
“Merger adalah opsi dari aksi korporasi memperkuat permodalan dan bisnis. Merger dapat [meminimalisir biaya] tapi tidak otomatis meminimalisir biaya, karena biasanya akan ada tindakan rasionalisasi biaya,” ujar Abitani kepada Bisnis, Selasa (29/8/2023).
Menurutnya, merger dapat meminimalisir biaya perusahaan hingga penguatan dari sisi permodalan.
“Tergantung tujuan merger, untuk efisiensi atau penguatan modal atau perluasan pasar. Kalau segmen pasarnya sama [maka] bisa efisiensi, kalau segmennya beda bisa ekspansi,” ungkapnya.
Senada, Pengamat asuransi yang juga dosen program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Kapler Marpaung memandang merger asuransi syariah seharusnya menjadi salah satu alternatif yang harus didukung oleh OJK, sebagaimana OJK juga mendorong asuransi konvensional untuk melakukan merger dalam rangka penguatan permodalan untuk memenuhi kebijakan pemerintah dalam aspek permodalan.
“Merger bisa saja salah satu cara penguatan permodalan asuransi syariah, tapi ini harus dilihat dari aspek tertentu,” ucapnya.
Menurutnya, dari sudut pandang perusahaan akan tercipta satu atau lebih perusahaan yang modalnya semakin kuat atau meningkat. Meski demikian, lanjut dia, secara nasional belum tentu ada peningkatan modal nasional industri asuransi syariah nasional.
“Kecuali pada saat merger ada investor baru atau masing pemegang saham ada juga menambah modal atau fresh money injection,” sambungnya.
Lebih lanjut, Kapler menyebut aksi korporasi merger memiliki berbagai keuntungan, termasuk efisiensi biaya, seperti biaya mendirikan perusahaan dan biaya tetap lainnya. Adapun keuntungan lainnya adalah adanya sinergi yang baru yang menciptakan keunggulan bersaing.