Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan mencatat terdapat tunggakan pendiri dana pensiun (dapen) sebesar Rp3,61 triliun.
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun menuturkan terdapat 12 dana pensiun yang masuk pengawasan khusus. Dana pensiun dalam kondisi tidak mampu memenuhi kewajibannya ini terutama disebabkan belum dilakukannya penyetoran iuran oleh pendiri.
"Dari pantauan kami terdapat pemberi kerja belum menyetorkan porsi kewajiban. Itu akumulasinya piutang iuran pendiri Rp3,61 triliun," kata Ogi di Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Menurut dia, penyebab tunggakan jumbo para pemberi kerja ini mulai dari perusahaan bangkrut, rugi sehingga tidak bisa setor, hingga imbal hasil yang tidak berimbang dengan perhitungan aktuaria.
"[Sehingga] antara kewajiban [dan ketersediaan] dana tidak imbang," katanya.
Khusus untuk penetapan bunga aktuaria yang tinggi, pengurus dan pengawas akhirnya mengejar imbal hasil dari produk yang menawarkan yield tinggi. Meski demikian, Ogi mengingatkan hukum besi ekonomi yakni high return high risk.
Baca Juga
Ogi juga menyebut, pada kasus dana pensiun perusahaan pelat merah, penyebab utama adalah hasil rata-rata investasi dapen BUMN rendah, di bawah pasar.
"Jadi aktuaria di atas pasar, imbal hasil di bawah pasar. Ini ada gap [yang menempatkan dana pensiun BUMN dalam kategori sakit]," katanya.
Ogi juga menyebut imbal hasil rendah dana pensiun BUMN ini karena investasi tidak tepat. "Ini disinyalir adanya fraud," katanya.
Atas kondisi dana pensiun yang dalam pengawasn khusus ini, Ogi mengatakan pihaknya meminta pendiri yang mempunyai kewajiban pada dapen, bisa memenuhi kewajiban iuran sesuai dengan porsi.
"Isu ini sulit mendapatkan pemecahan kalau dapen rugi, bahkan dilikuidasi," katanya.
OJK juga telah meminta penyesuaian tingkat bunga aktuaria yang wajar. "Kami meminta mereview program manfaat pasti untuk bisa dikonversi menjadi iuran pasti. Tp ini harus dilakukan dapen, bukan dari OJK," katanya.