Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut rencana pembagian risiko (sharing risk) asuransi kredit dari perbankan dan perusahaan asuransi akan memberikan keuntungan bagi industri asuransi dalam memitigasi risiko yang lebih baik.
Dalam rancangan awal, perbankan akan mengambil risiko sebesar 25%. Sedangkan sisanya, yakni 75% akan ditanggung oleh perusahaan asuransi dan penjaminan.
Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan bahwa pembagian risiko ini tengah dalam tahap finalisasi. Artinya, saat ini industri masih menunggu kebijakan ini untuk segera diimplementasikan.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan pembagian risiko 75% dan 25% ini juga harus dilakukan sosialisasi di rentang 2 bulan—3 bulan sebelum diimplementasikan di industri.
“Kami mengusulkan resharing [risk] supaya jangan seolah-olah untuk menekan NPL buang mitigasinya langsung ke asuransi,” kata Budi saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Menurut Budi, dengan kebijakan baru ini maka industri asuransi memiliki ekspektasi besar, yakni adanya perbaikan hingga mitigasi risiko yang lebih baik.
Baca Juga
Adapun, Budi berharap produk yang akan dijamin dalam asuransi kredit di antaranya kredit pemilikan rumah (KPR) hingga kredit usaha rakyat (KUR).
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan regulator akan mengeluarkan POJK mengenai asuransi kredit. Aturan ini akan mengganti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2008 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.
Ogi menyampaikan beberapa pokok peraturan yang akan diatur dalam POJK asuransi kredit salah satunya adalah adanya pembagian risiko (risk sharing) dari bank dan perusahaan asuransi.
“Di mana, bank menanggung risiko tidak 100% dialihkan kepada asuransi, tapi hanya 75%. Artinya, bank masih tetap bertanggung jawab terhadap 25%,” kata Ogi dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Oktober 2023 secara virtual, Senin (30/10/2023).