Bisnis.com, JAKARTA — Portofolio asuransi kredit PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. atau Tugu Insurance hanya di bawah 5%. Bahkan asuransi kredit yang ditawarkan perusahaan pun hanya berfokus pada sektor industrial.
“Bisnis asuransi kredit kami masih sangat rendah di bawah 5% dari total portofolio bisnis. Ini pun masih kami fokuskan untuk industrial bukan customer,” kata Direktur Teknik Tugu Insurance Sudarlin Uzir dalam Public Expose, Senin (11/12/2023).
Kendati demikian, Darlin mengatakan bahwa pihaknya juga menunggu aturan terkait dengan pembagian risiko asuransi kredit terhadap perusahaan asuransi (75%) dan bank (25%). Dia berharap aturan tersebut menjadi salah satu pengerek pertumbuhan premi industri asuransi umum tahun depan.
Dia menilai bahwa asuransi kredit dimaksudkan sebagai salah satu upaya penguatan mitigasi risiko dan peningkatan tata kelola bagi perusahaan asuransi dalam menyelenggarakan asuransi kredit.
Di samping itu bank sebagai pihak kredit turut diharapkan akan selalu mengedepankan analisa kredit secara prudent sesuai dengan prosedur penyaluran kredit yang berlaku di kreditur.
Asuransi kredit menjadi penyumbang premi nomor tiga industri asuransi umum setelah asuransi harta benda dan kendaraan. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) pada kuartal III/2023, premi asuransi kredit tumbuh 28,7% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni Rp13,8 triliun.
Baca Juga
Utamanya, tak terlepas dari penyaluran kredit dari Bank Indonesia (BI) yang juga tumbuh pada seluruh jenis kredit yang disalurkan. Dii sisi lain, klaim asuransi kredit juga terus meningkat sebanyak 21,2% menjadi Rp9,82 triliun pada kuartal III/2023.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan pihaknya tengah berupaya untuk memperbaiki lini bisnis asuransi kredit dengan menyusun peraturan baru.
“Saat ini OJK telah menyelesaikan penyusunan RPOJK [Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan] terkait asuransi kredit, di mana RPOJK tersebut telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ogi dalam jawaban tertulisnya dikutip Jumat (8/12/2023).
Ogi mengatakan regulator telah menargetkan RPOJK tersebut dapat ditetapkan dan diundangkan pada akhir 2023. Dia juga membicarakan beberapa substansi terkait RPOJK asuransi kredit tersebut. Pertama adanya kewajiban pembagian risiko (risk sharing) antara pihak kreditur dan perusahaan asuransi masing-masing paling sedikit sebesar 25% (kreditur) dan 75% (asuransi).
“Ketentuan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya penguatan mitigasi risiko dan peningkatan tata kelola bagi perusahaan asuransi dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit,” kata Ogi.
Di samping itu, lanjut dia, pihak kreditur diharapkan akan selalu mengedepankan analisa kredit secara prinsip kehati-hatian sesuai dengan prosedur penyaluran kredit yang berlaku di kreditur.
Kedua, seluruh produk kredit perbankan baik konsumtif maupun produktif dapat dijamin melalui asuransi kredit. Adapun risiko yang dicover melalui produk asuransi kredit ini adalah risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial debitur kepada kreditur (default risk) sesuai dengan kategori macet yang berlaku di kreditur.
OJK berharap perusahaan asuransi umum dan reasuransi dapat mengimplementasikan POJK terkait asuransi kredit tersebut pada 2024.
“Sehingga dapat terwujud perbaikan hasil underwriting dan efisiensi beban operasional pada lini bisnis asuransi kredit yang senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian serta tata kelola yang baik,” tutup Ogi.