Bisnis.com, JAKARTA — Likuiditas perbankan dikhawatirkan mengetat seiring dengan tren penyusutan simpanan nasabah di bank saat ini. Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan likuiditas perbankan masih terjaga pada tahun depan didorong sejumlah faktor.
Berdasarkan data dari OJK, terjadi pelambatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan, di mana pada Oktober 2023 tumbuh 3,43% dibandingkan bulan sebelumnya atau September 2023, DPK tumbuh 6,54%.
Saat DPK melambat, laju kredit kian menanjak pada Oktober 2023. Tercatat, kredit perbankan pada Oktober 2023 tumbuh 8,99% yoy setelah bulan sebelumnya atau September 2023 tumbuh 8,96%.
Alhasil, rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) mengetat dari 83,92% pada September 2023 menjadi 84,19% pada Oktober 2023. Sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) telah terjadi kenaikan LDR 541 basis poin (bps).
LDR sendiri menunjukkan kondisi atau tingkat likuiditas suatu bank. Semakin tinggi LDR bank, maka semakin ketat likuditasnya. Sebaliknya, semakin kecil LDR, maka semakin longgar likuiditas bank.
Meski begitu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kondisi likuiditas bank masih sangat memadai dan OJK tidak melihat adanya kondisi likuiditas perbankan yang ketat. Menurutnya, indikator likuiditas yang digunakan sebagai alat monitoring juga masih menunjukkan kondisi yang ample atau jauh dari ambang batas.
Baca Juga
Tercatat rasio alat likuid/noncore deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) misalnya masing-masing berada di level 117,29% dan 26,36% per Oktober 2023.
"Indikasi likuiditas yang masih memadai juga terlihat dari tingkat suku bunga dan volume transaksi di pasar uang antar bank [PUAB] yang juga menunjukkan kondisi normal, alias tidak ada suku bunga dan volume transaksi yang anomali," katanya dalam jawaban tertulis pada Senin (11/12/2023).
Adapun, terkait kebutuhan likuiditas perbankan, Bank Indonesia (BI) juga memiliki kebijakan insentif likuiditas makro (KLM) yang sifatnya memberikan kelonggaran atau pengurangan dalam pemenuhan giro wajib minimum (GWM) apabila bank mencapai jumlah tertentu dalam penyaluran kredit sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Selain itu, bank-bank juga dapat melakukan transaksi repo kepada BI jika membutuhkan likuiditas yang mendesak.
OJK juga memproyeksikan kinerja likuiditas perbankan yang memadai pada 2024. "Keyakinan bahwa likuiditas juga akan cukup terjaga pada 2024, ditopang keyakinan bahwa suku bunga khususnya di AS [Fed Fund Rate/FFR] telah mencapai puncaknya dan penurunan FFR kemungkinan dapat dilakukan pada kuartal II/2024," tutur Dian.
Di sisi lain, OJK akan tetap memantau perkembangan dan situasi yang berpotensi memberikan pengaruh pada pasar keuangan dan perekonomian domestik.
Sebelumnya, kondisi likuiditas sempat disinggung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023. Jokowi mengatakan dirinya bangga bahwa perekonomian nasional yang masih bertahan di kisaran 5%.
Hanya saja, setelah mendengar keluhan dari beberapa pelaku usaha, ternyata perekonomian belum dirasakan secara merata karena peredaran uang di sektor riil terbilang 'kering'.
Jokowi juga menyinggung soal geliat perbankan yang memilih investasi pada beberapa instrumen investasi besutan negara, surat berharga negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), juga Sekuritas Berharga untuk Pembiayaan Inklusif (SPBI).
“Jangan-jangan [uang] terlalu banyak yang dipakai untuk membeli SBN, atau SRBI atau SPBI, sehingga yang masuk ke sektor riil menjadi berkurang,” ujarnya dalam acara PTBI 2023 pada pekan lalu (29/11/2023).