Bisnis.com, JAKARTA — PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark) menyebutkan kebijakan untuk retrosesi maupun reasuransi bencana di Indonesia relatif ketat. Pasalnya, keberadaan Indonesia yang dikelilingi gunung api (ring of fire), membuat kawasan ini rentan mengalami bencana alam.
Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark) Kocu Andre Hutagalung mengatakan risiko bencana alam berbeda dengan risiko kebakaran misalnya yang bersifat kebetulan. Bencana alam pasti terjadi tetapi waktunya yang tidak pasti.
“Itu sebabnya proteksi reasuransi atau retrosesi untuk bencana harus ditetapkan dengan sangat hati-hati,” kata Kocu kepada Bisnis, Senin (12/2/2024).
Proyeksi skenario perubahan iklim juga akan menjadi penentu utama industri reasuransi ke depan. Kocu menambahkan untuk program retrosesi di Maipark sendiri masih mengalami kenaikan yang didorong oleh kenaikan eksposure. Meski demikian dia mengatakan kenaikan bisnis pada tahun Naga Kayu 2024 tidak akan sebesar 2023 lalu.
Dia menyebutkan, perusahaan reasuransi lokal juga akan melakukan retrosesi ke luar negeri untuk memperkecil risiko. Akan tetapi, tantangan yang dihadapi masih terjadinya hardening market yang membuat polis menjadi mahal.
“Retrosesi ke luar negeri diperlukan terutama untuk risiko bencana. Sifat penyebarannya adalah geografis atau wilayah dengan profil risiko bencana yang berbeda,” kata Kocu.
Baca Juga
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) pun memprediksikan hardening market masih berlanjut pada 2024.Dengan adanya kondisi tersebut, Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan pihaknya masih khawatir terkait dengan bisnis asuransi maupun reasuransi tahun ini.
“Kami agak sedikit tanda kutip 'pesimis' melihat outlook 2024 karena melihat kondisi pasar asuransi masih hardening. Kapasitas untuk renewal treaty kemungkinan akan turun, ini persoalan yang menjadi perhatian,” kata Budi saat menghadiri acara Maipark Award 2023 & Launching MCM 3.0 di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Budi mengatakan untuk melewati kondisi tersebut menurutnya butuh dukungan banyak pihak. Terutama penyelenggara asuransi supaya bersama-sama mencapai tujuan yang sama. Dia juga meminta dukungan regulator atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan kolaborasi supaya industri asuransi tetap tumbuh.